Wartawan Bireuen Kompak Tolak Perbup 46/2022 yang Dinilai Bertentangan dengan UU Pers

Indonesia Investigasi 

BIREUEN – Suasana ruang rapat khusus Ketua DPRK Bireuen, Rabu 28 Mei 2025, terasa hangat namun penuh semangat. Para perwakilan organisasi wartawan dari berbagai lembaga pers di Kabupaten Bireuen hadir dalam audiensi penting bersama Ketua DPRK Bireuen, Junaidi, SH. Mereka datang tidak dengan kepentingan kelompok, tapi membawa satu suara, menolak dan meminta revisi terhadap Peraturan Bupati Bireuen Nomor 46 Tahun 2022.

 

Perbup tersebut mengatur pedoman kerja sama publikasi dan penyebarluasan informasi antara Pemerintah Kabupaten Bireuen dengan media massa. Namun, sejumlah poin dalam aturan itu dinilai bertentangan langsung dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, terutama terkait kriteria media yang dapat menjalin kerja sama dengan pemerintah.

Bacaan Lainnya

 

Dalam pertemuan itu, hadir para Ketua dari gabungan organisasi wartawan, antara lain Sekber Wartawan Indonesia (SWI), Persatuan Wartawan Aceh (PWA), Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI), dan Forum Jurnalis Aceh (FJA).

 

Ketua DPRK Bireuen, Junaidi, SH menyampaikan komitmen penuh untuk mengevaluasi Perbup 46/2022. Ia menyatakan, “Tidak mungkin saya sebagai Ketua DPRK tidak mendukung apa yang disampaikan oleh kawan-kawan wartawan. Wartawan adalah corong pembangunan daerah, mereka ujung tombak penyebaran informasi kepada publik.”

 

Ia menambahkan, pihaknya akan segera berkoordinasi dan berkonsultasi langsung dengan Bupati Bireuen, H. Mukhlis, ST, demi menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan. Turut hadir mendampingi Junaidi dalam audiensi tersebut adalah tiga anggota dewan lainnya: Taufid Ridha dari Partai Golkar, Nova SE, MSM dari partai Golkar dan Surya Yunus dari Partai Amanat Nasional (PAN).

 

Koordinator Organisasi Wartawan Bireuen, Yusri, S.Sos, menekankan bahwa perjuangan ini bukan hanya untuk satu kelompok media, melainkan untuk seluruh insan pers di Bireuen yang aktif melakukan peliputan dan publikasi tentang daerah.

 

Sementara itu, wartawan Liputan Bireuen lainnya Fakhrurrazi, secara lugas mengkritisi inkonsistensi dalam Perbup tersebut. Ia menjelaskan bahwa pada poin ke-2, Perbup menyebutkan media harus berbadan hukum dan telah terverifikasi oleh Dewan Pers untuk bisa bekerja sama dengan pemerintah. Namun pada poin ke-3, hanya disebutkan bahwa media harus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pers, tanpa menyebut kewajiban verifikasi oleh Dewan Pers.

 

“Ini bertentangan. Karena dalam Pasal 9 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan bahwa perusahaan pers cukup berbadan hukum Indonesia. Tidak ada satu pun pasal dalam undang-undang tersebut yang mewajibkan verifikasi Dewan Pers. Maka dari itu, memasukkan kewajiban verifikasi dalam regulasi daerah jelas mencederai semangat kemerdekaan pers dan mendiskriminasi media yang sah secara hukum namun belum terverifikasi,” jelas Fakhrurrazi.

 

Undang-Undang Pers merupakan produk hukum nasional yang kedudukannya berada di atas peraturan bupati. Menurut prinsip hukum di Indonesia, tidak ada satu pun regulasi di bawah undang-undang yang boleh bertentangan dengan isi dan semangat undang-undang yang lebih tinggi.

 

Pasal 4 UU Pers secara tegas menjamin kemerdekaan pers. Bahkan negara dilarang melakukan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Sementara Pasal 15 Ayat (2) tentang fungsi Dewan Pers menyebut bahwa lembaga ini bersifat fasilitatif, bukan regulatif. Artinya, keberadaan Dewan Pers adalah untuk membantu, bukan menentukan legalitas media.

 

Dalam kesempatan tersebut, para wartawan Bireuen juga menyampaikan harapan kepada Bupati Bireuen yang baru, H. Mukhlis, ST, agar dapat melihat persoalan ini dengan jernih dan bijaksana. Mereka menilai Mukhlis sebagai sosok pemimpin yang terbuka terhadap kritik dan masukan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk dari insan pers.

 

“Bupati Mukhlis dikenal sebagai figur yang tenang, terbuka dan bijak. Kami percaya beliau mampu menyikapi persoalan ini secara arif dan akan segera mengambil langkah untuk meninjau ulang bahkan merevisi Perbup 46 Tahun 2022,” ujar Suherman Amin, wartawan senior Liputan Bireuen.

 

Menurut para wartawan, regulasi daerah semestinya menjadi payung yang memayungi seluruh media secara adil, bukan malah menjadi alat seleksi yang diskriminatif. Pers sebagai mitra strategis pemerintah perlu dilibatkan dalam penyusunan kebijakan komunikasi publik agar tercipta sinergi yang sehat antara pemerintah dan media.

 

Semangat dari audiensi ini menunjukkan bahwa pers bukanlah lawan, melainkan mitra strategis dalam pembangunan daerah. Wartawan adalah garda depan dalam menyampaikan informasi, menyuarakan kebenaran, dan membangun kesadaran publik.

 

Evaluasi terhadap Perbup 46/2022 menjadi penting, bukan semata untuk memenuhi aspirasi wartawan, tapi demi menjaga marwah hukum dan melindungi prinsip kemerdekaan pers yang dijamin konstitusi.

 

Teuku Fajar Al-Farisyi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *