Hasto Ditahan KPK, Megawati-PDIP Mau Melawan Negara? Delusional!

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Indonesia Investigasi 

 

Ini kata Gus Dur dulu, “Kepemimpinan saya menghargai kedaulatan hukum, kepemimpinan Megawati tidak menghargai kedaulatan hukum melainkan penyelesaian politik.”

Bacaan Lainnya

Bagaimana, setuju? Atau tidak setuju dengan perkataan Gus Dur dulu itu.

Banyak orang sekarang bingung, apa sih maunya Megawati? Kok kesannya mau memboikot program pemerintah di Magelang. Surat yang ditandatangani Megawati sudah beredar kemana-mana. Di era medsos seperti ini, semua menyebar secara instan.

Dalam edaran itu Megawati menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah PDIP untuk menunda perjalanan untuk mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21-28 Februari 2025. Kalau sudah terlanjur dalam perjalanan agar berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum Megawati.

Lalu Megawati minta agar para kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDIP untuk selalu mengaktifkan alat komunikasi. Megawati juga meminta mereka siaga terhadap panggilan pihak partai. Tetap berada dalam komunikasi aktif dan “standby commander call”, begitu. Surat edaran itu ditandatangani oleh Megawati dan dicap stempel lambang PDIP.

Ada pun acara retret di Akmil Magelang itu seyogianya bakal berlangsung dari tanggal 21 hingga 28 Februari 2025. Diikuti penuh oleh para kepala daerah, sementara para wakilnya hanya diminta hadir sehari menjelang penutupan.

Kabarnya aksi Megawati ini berkaitan dengan ditahannya Hasto Kristiyanto oleh KPK. Apa tujuannya menahan (atau menunda) perjalanan para kadernya untuk ikut retret? Tidak jelas.

Satu konsep yang bisa mendekati gejala kejiwaan (psikis) seperti ini adalah konsep delusional. Kita tidak mau sok tahu tentang gangguan sakit jiwa yang disebut ‘delusional’. Maka kita kutip saja dari website-nya Siloam Hospital (siloamhospitals.com). Begini ceritanya:

“Apa itu delusi (waham)? Waham atau delusi adalah salah satu jenis gangguan kesehatan mental yang membuat penderitanya tidak bisa membedakan antara realita dan imajinasi, sehingga mereka kerap meyakini atau berperilaku sesuai dengan hal-hal yang ada di dalam pikirannya.”

Lanjutnya, dibahas secara umum bahwa delusi atau waham adalah kondisi yang kerap dihubungkan dengan halusinasi. Meski sama-sama membuat seseorang tidak bisa membedakan antara hal yang nyata dan tidak nyata, terdapat perbedaan antara delusi dan halusinasi yang jarang disadari oleh masyarakat.

Pada dasarnya, delusi adalah kondisi yang membuat seseorang percaya atau memiliki keyakinan yang kuat akan sesuatu yang sebenarnya tidak ada atau tidak terjadi. Sementara itu, halusinasi adalah gangguan persepsi yang membuat seseorang mendengar, merasa, mencium, atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

Kendati demikian, delusi sering kali muncul bersamaan dengan halusinasi, di mana kedua gejala tersebut merupakan bagian dari gangguan psikotik. Salah satu gangguan psikotik yang paling lazim ditemukan adalah skizofrenia.”

Apa pula itu skizofrenia? Skizofrenia adalah gangguan mental serius yang memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Penderita skizofrenia dapat mengalami halusinasi, delusi, dan kekacauan berpikir.

Nah begitulah. Jadi heboh seantero negeri gara-gara orang-orang delusional sedang naik panggung. Panggung politik lagi. Tontonan kegilaan yang bisa menyeret banyak anak bangsa yang tidak punya kesehatan atau ketahanan mental yang kuat untuk ikut-ikutan jadi gila berjamaah.

Para buzzer Hasto di dunia maya maupun orang-orang suruhan (bayarannya) masih terus berusaha men-justifikasi (mencari pembenaran) atas perilaku aneh (ganjil) dari Hasto dan Megawati. Padahal konsep ‘delusional’ tadi bisa membantu kita memahami perilaku aneh (ganjil) mereka berdua (terutama Megawati).

Dari penjelasan lanjutan mengenai delusi tadi disebutkan bahwa belum diketahui secara pasti apa penyebab seseorang mengalami delusi. Namun, terdapat beberapa kondisi atau faktor yang diduga dapat memicu delusi, di antaranya sebagai berikut:

Faktor genetik: Seseorang yang memiliki keluarga, terutama keluarga inti, dengan riwayat gangguan delusi atau gangguan mental lainnya dinilai lebih berisiko mengalami kondisi serupa.

Faktor biologis: Gangguan atau kelainan pada bagian otak yang berfungsi untuk mengatur proses berpikir (lobus frontal) dan persepsi (lobus parietal) diduga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan delusi.

Selain itu, ketidakseimbangan neurotransmitter (senyawa kimia dalam otak yang berfungsi sebagai penghantar pesan dari dan ke sel saraf di sistem saraf pusat) pada otak juga menjadi salah satu faktor risiko gangguan delusi.

Faktor psikologis: Trauma atau stres berkepanjangan dipercaya dapat memicu seseorang mengalami gangguan delusi. Selain itu, individu yang kerap mengisolasi diri dan menjauh dari lingkungan sosial juga lebih berisiko mengalami kondisi ini.

Faktor lingkungan: Dalam beberapa kasus, seseorang yang menderita gangguan delusi juga dapat memicu orang lain untuk mengalami hal serupa. Kondisi ini dapat terjadi pada sekelompok individu yang tinggal bersama dan jarang bersosialisasi dengan orang lain.

Faktor kondisi medis: Kondisi medis tertentu, seperti gangguan psikotik, gangguan suasana hati, postpartum psychosis, demensia, atau penyakit Parkinson diketahui dapat menimbulkan gejala berupa delusi.

Gejala Delusi. Pada dasarnya, delusi adalah kondisi yang dapat menimbulkan gejala beragam sesuai dengan jenisnya. Untuk lebih jelasnya, sejumlah gejala umum dari masing-masing jenis delusi adalah sebagai berikut:

Grandiose: Kondisi yang membuat penderitanya memiliki harga diri sangat tinggi serta menganggap bahwa mereka merupakan orang yang berbakat, berpengaruh, dan sangat dibutuhkan oleh orang lain.

Persecutory: Kondisi ketika seseorang memercayai bahwa dirinya sedang diperlakukan secara tidak adil atau merasa ada orang lain yang berusaha untuk mencelakainya.

Erotomania: Ditandai dengan keyakinan kuat bahwa ada seseorang yang sedang jatuh cinta padanya, padahal kenyataannya tidak. Bahkan, seseorang dengan kondisi ini juga dapat berperilaku obsesif, posesif, hingga mengganggu privasi orang yang dianggap sedang mencintainya.

Jealous: Kondisi yang membuat seseorang meyakini bahwa pasangannya sedang bersikap tidak setia. Lalu Bizarre: Jenis gangguan delusi yang menyebabkan penderitanya meyakini hal-hal yang tidak wajar dan tidak masuk akal.

Wah repot ya kalau orang sudah delusional seperti ini jadi pemimpin organisasi politik besar macam PDIP. Kasihan organisasinya, kasihan kader-kadernya dan kasihan mitra-mitra politiknya. Pokoknya kasihan semua yang berinteraksi dengan pemimpin yang delusional seperti ini.

Faktanya sekarang para kepala daerah yang sedang dalam perjalanan menuju Magelang sedang berhenti untuk “standby commander call”. Mungkin tidak semuanya, beberapa sudah keburu check-in di Akmil Magelang.

Tapi kita teringat kata-kata dari Manuel L. Quezon (Presiden Persemakmuran Filipina 1935-1944) dan pernah diucapkan pula oleh John F. Kennedy (Presiden AS 1961-1963): “My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins“.

Artinya, loyalitasku kepada partai berakhir ketika loyalitasku kepada negara mulai. Bisa dimaknai pula bila seorang pemimpin partai politik menjadi pemimpin pemerintahan, maka maka saat itu dia mesti melepaskan atribut partai politiknya. Mereka memang dicalonkan oleh partai, tapi dipilih oleh rakyat. Mandatnya dari rakyat, bukan partai.

Nasehat Manuel L. Quezon dan John F. Kennedy itu pasti dipahami mereka yang sehat mental dan jiwanya.

Jakarta, Jumat 21 Februari 2025
*Andre Vincent Wenas*,MM,MBA., Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.

Bagaimana, setuju? Atau tidak setuju dengan perkataan Gus Dur dulu itu.

Banyak orang sekarang bingung, apa sih maunya Megawati? Kok kesannya mau memboikot program pemerintah di Magelang. Surat yang ditandatangani Megawati sudah beredar kemana-mana. Di era medsos seperti ini, semua menyebar secara instan.

Dalam edaran itu Megawati menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah PDIP untuk menunda perjalanan untuk mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21-28 Februari 2025. Kalau sudah terlanjur dalam perjalanan agar berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum Megawati.

Lalu Megawati minta agar para kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDIP untuk selalu mengaktifkan alat komunikasi. Megawati juga meminta mereka siaga terhadap panggilan pihak partai. Tetap berada dalam komunikasi aktif dan “standby commander call”, begitu. Surat edaran itu ditandatangani oleh Megawati dan dicap stempel lambang PDIP.

Ada pun acara retret di Akmil Magelang itu seyogianya bakal berlangsung dari tanggal 21 hingga 28 Februari 2025. Diikuti penuh oleh para kepala daerah, sementara para wakilnya hanya diminta hadir sehari menjelang penutupan.

Kabarnya aksi Megawati ini berkaitan dengan ditahannya Hasto Kristiyanto oleh KPK. Apa tujuannya menahan (atau menunda) perjalanan para kadernya untuk ikut retret? Tidak jelas.

Satu konsep yang bisa mendekati gejala kejiwaan (psikis) seperti ini adalah konsep delusional. Kita tidak mau sok tahu tentang gangguan sakit jiwa yang disebut ‘delusional’. Maka kita kutip saja dari website-nya Siloam Hospital (siloamhospitals.com). Begini ceritanya:

“Apa itu delusi (waham)? Waham atau delusi adalah salah satu jenis gangguan kesehatan mental yang membuat penderitanya tidak bisa membedakan antara realita dan imajinasi, sehingga mereka kerap meyakini atau berperilaku sesuai dengan hal-hal yang ada di dalam pikirannya.”

Lanjutnya, dibahas secara umum bahwa delusi atau waham adalah kondisi yang kerap dihubungkan dengan halusinasi. Meski sama-sama membuat seseorang tidak bisa membedakan antara hal yang nyata dan tidak nyata, terdapat perbedaan antara delusi dan halusinasi yang jarang disadari oleh masyarakat.

Pada dasarnya, delusi adalah kondisi yang membuat seseorang percaya atau memiliki keyakinan yang kuat akan sesuatu yang sebenarnya tidak ada atau tidak terjadi. Sementara itu, halusinasi adalah gangguan persepsi yang membuat seseorang mendengar, merasa, mencium, atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

Kendati demikian, delusi sering kali muncul bersamaan dengan halusinasi, di mana kedua gejala tersebut merupakan bagian dari gangguan psikotik. Salah satu gangguan psikotik yang paling lazim ditemukan adalah skizofrenia.”

Apa pula itu skizofrenia? Skizofrenia adalah gangguan mental serius yang memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Penderita skizofrenia dapat mengalami halusinasi, delusi, dan kekacauan berpikir.

Nah begitulah. Jadi heboh seantero negeri gara-gara orang-orang delusional sedang naik panggung. Panggung politik lagi. Tontonan kegilaan yang bisa menyeret banyak anak bangsa yang tidak punya kesehatan atau ketahanan mental yang kuat untuk ikut-ikutan jadi gila berjamaah.

Para buzzer Hasto di dunia maya maupun orang-orang suruhan (bayarannya) masih terus berusaha men-justifikasi (mencari pembenaran) atas perilaku aneh (ganjil) dari Hasto dan Megawati. Padahal konsep ‘delusional’ tadi bisa membantu kita memahami perilaku aneh (ganjil) mereka berdua (terutama Megawati).

Dari penjelasan lanjutan mengenai delusi tadi disebutkan bahwa belum diketahui secara pasti apa penyebab seseorang mengalami delusi. Namun, terdapat beberapa kondisi atau faktor yang diduga dapat memicu delusi, di antaranya sebagai berikut:

Faktor genetik: Seseorang yang memiliki keluarga, terutama keluarga inti, dengan riwayat gangguan delusi atau gangguan mental lainnya dinilai lebih berisiko mengalami kondisi serupa.

Faktor biologis: Gangguan atau kelainan pada bagian otak yang berfungsi untuk mengatur proses berpikir (lobus frontal) dan persepsi (lobus parietal) diduga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan delusi.

Selain itu, ketidakseimbangan neurotransmitter (senyawa kimia dalam otak yang berfungsi sebagai penghantar pesan dari dan ke sel saraf di sistem saraf pusat) pada otak juga menjadi salah satu faktor risiko gangguan delusi.

Faktor psikologis: Trauma atau stres berkepanjangan dipercaya dapat memicu seseorang mengalami gangguan delusi. Selain itu, individu yang kerap mengisolasi diri dan menjauh dari lingkungan sosial juga lebih berisiko mengalami kondisi ini.

Faktor lingkungan: Dalam beberapa kasus, seseorang yang menderita gangguan delusi juga dapat memicu orang lain untuk mengalami hal serupa. Kondisi ini dapat terjadi pada sekelompok individu yang tinggal bersama dan jarang bersosialisasi dengan orang lain.

Faktor kondisi medis: Kondisi medis tertentu, seperti gangguan psikotik, gangguan suasana hati, postpartum psychosis, demensia, atau penyakit Parkinson diketahui dapat menimbulkan gejala berupa delusi.

Gejala Delusi. Pada dasarnya, delusi adalah kondisi yang dapat menimbulkan gejala beragam sesuai dengan jenisnya. Untuk lebih jelasnya, sejumlah gejala umum dari masing-masing jenis delusi adalah sebagai berikut:

Grandiose: Kondisi yang membuat penderitanya memiliki harga diri sangat tinggi serta menganggap bahwa mereka merupakan orang yang berbakat, berpengaruh, dan sangat dibutuhkan oleh orang lain.

Persecutory: Kondisi ketika seseorang memercayai bahwa dirinya sedang diperlakukan secara tidak adil atau merasa ada orang lain yang berusaha untuk mencelakainya.

Erotomania: Ditandai dengan keyakinan kuat bahwa ada seseorang yang sedang jatuh cinta padanya, padahal kenyataannya tidak. Bahkan, seseorang dengan kondisi ini juga dapat berperilaku obsesif, posesif, hingga mengganggu privasi orang yang dianggap sedang mencintainya.

Jealous: Kondisi yang membuat seseorang meyakini bahwa pasangannya sedang bersikap tidak setia. Lalu Bizarre: Jenis gangguan delusi yang menyebabkan penderitanya meyakini hal-hal yang tidak wajar dan tidak masuk akal.

Wah repot ya kalau orang sudah delusional seperti ini jadi pemimpin organisasi politik besar macam PDIP. Kasihan organisasinya, kasihan kader-kadernya dan kasihan mitra-mitra politiknya. Pokoknya kasihan semua yang berinteraksi dengan pemimpin yang delusional seperti ini.

Faktanya sekarang para kepala daerah yang sedang dalam perjalanan menuju Magelang sedang berhenti untuk “standby commander call”. Mungkin tidak semuanya, beberapa sudah keburu check-in di Akmil Magelang.

Tapi kita teringat kata-kata dari Manuel L. Quezon (Presiden Persemakmuran Filipina 1935-1944) dan pernah diucapkan pula oleh John F. Kennedy (Presiden AS 1961-1963): “My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins“.

Artinya, loyalitasku kepada partai berakhir ketika loyalitasku kepada negara mulai. Bisa dimaknai pula bila seorang pemimpin partai politik menjadi pemimpin pemerintahan, maka maka saat itu dia mesti melepaskan atribut partai politiknya. Mereka memang dicalonkan oleh partai, tapi dipilih oleh rakyat. Mandatnya dari rakyat, bukan partai.

Nasehat Manuel L. Quezon dan John F. Kennedy itu pasti dipahami mereka yang sehat mental dan jiwanya. (AVW/FL)

Jakarta, Jumat 21 Februari 2025
*Andre Vincent Wenas*,MM,MBA., Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.

Pos terkait