Disusun oleh: Muhammad Ramadhanur Halim, S.HI,
Indonesiainvestigasi.com
PRAKTEK korupsi dalam pengelolaan dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) bukan sekadar penyimpangan administratif, tetapi penghianatan terhadap masa depan generasi muda. Program yang seharusnya menjadi tulang punggung pendidikan bagi siswa dari kalangan masyarakat kurang mampu justru dijadikan ladang perburuan oleh oknum yang rakus akan keuntungan pribadi. Ironisnya, tindakan ini terjadi di negeri yang secara historis menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan sebagai alat untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat.
Dana BOP diperuntukkan bagi kebutuhan operasional sekolah, seperti pembelian buku, peralatan belajar, dan berbagai kegiatan akademik yang mendukung pembelajaran. Namun, laporan audit dan investigasi menunjukkan bahwa sebagian besar dana tersebut sering kali tidak sampai ke tangan siswa yang berhak. Mark-up harga barang, pengadaan fiktif, hingga manipulasi laporan penggunaan anggaran menjadi modus umum dalam praktik korupsi ini. Oknum yang terlibat biasanya adalah pejabat pendidikan daerah yang bekerja sama dengan supplier atau pihak tertentu yang mendapatkan keuntungan dari praktik ini.
Dampak dari korupsi ini sangat luas dan sistemik. Siswa di sekolah-sekolah yang terdampak terpaksa menggunakan fasilitas yang minim, bahkan dalam kondisi yang jauh dari kata layak. Buku pelajaran yang tidak tersedia, alat peraga yang rusak, hingga kualitas pendidikan yang menurun akibat kurangnya anggaran untuk pelatihan guru adalah bukti nyata bahwa korupsi dana BOP bukan sekadar angka dalam laporan keuangan, tetapi ancaman bagi masa depan pendidikan bangsa.
Lebih dari sekadar aspek teknis, korupsi dalam dana pendidikan juga membentuk pola pikir yang keliru di kalangan masyarakat. Ketika korupsi dianggap sebagai hal yang biasa dan hampir tidak pernah ada hukuman serius bagi pelakunya, maka moralitas sosial pun ikut terkikis. Jika pelaku korupsi tetap bisa hidup nyaman dengan hasil dari praktik haramnya, lalu apa yang bisa diharapkan dari generasi muda yang menyaksikan kebobrokan ini sejak dini?
Pemerintah telah berulang kali berjanji untuk meningkatkan transparansi dan sistem pengawasan terhadap dana pendidikan. Namun, janji ini sering kali hanya sebatas retorika tanpa implementasi nyata. Sistem pengawasan yang lemah dan kurangnya penindakan terhadap pelaku korupsi menunjukkan bahwa ada ruang yang luas bagi kejahatan ini untuk terus berulang. Jika tidak ada reformasi yang signifikan, korupsi di bidang pendidikan akan terus menjadi bom waktu yang menghancurkan harapan banyak anak bangsa.
Untuk mengatasi persoalan ini, langkah konkret harus segera diambil. Penguatan sistem audit, keterlibatan masyarakat dalam pemantauan anggaran, serta hukuman berat bagi koruptor dana pendidikan harus menjadi fokus utama. Selain itu, pendidikan antikorupsi sejak dini juga perlu diterapkan agar generasi muda memiliki kesadaran akan pentingnya integritas dalam pengelolaan sumber daya publik.
Korupsi dana BOP adalah noda hitam dalam sistem pendidikan yang seharusnya menjadi pilar utama kemajuan bangsa. Jika praktik ini dibiarkan, maka kita bukan hanya kehilangan uang negara, tetapi juga menghancurkan impian jutaan anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Akankah kita terus membiarkan pendidikan menjadi korban kerakusan? Atau kita akan bangkit melawan kejahatan yang mencederai masa depan bangsa?
Nurhalim