PT Laot Bangko Terancam Sanksi Berat! Profesor dan LSM Desak Penindakan Tegas atas Pelanggaran Plasma dan CSR

Indonesiainvestigasi.com

 

SUBULUSSALAM, ACEH – PT Laot Bangko, perusahaan perkebunan sawit di Kota Subulussalam, Aceh, tengah menghadapi badai sorotan. Perusahaan ini diduga melanggar aturan plasma dan mengabaikan kewajiban tanggung jawab sosial (CSR) kepada masyarakat sekitar. Desakan keras datang dari pakar hukum dan LSM lokal.

 

Bacaan Lainnya

Profesor Hukum Internasional, Prof. Dr. Sutan Nasomal, S.H., M.H., menyebut pelanggaran ini bukan persoalan sepele. Menurutnya, PT Laot Bangko bisa dikenai sanksi berat—baik secara administratif maupun pidana. “Ketidakpatuhan terhadap aturan plasma dan pengabaian CSR adalah pelanggaran serius. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga keadilan sosial,” tegasnya, Senin (27/5). Via Whasshap.

 

Prof. Nasomal yang mendampingi LSM Suara Putra Aceh menyebut perusahaan melanggar aturan dengan tidak memberikan porsi plasma sebagaimana diatur, yakni 20% dari lahan HGU. Selain itu, pengelolaan plasma dinilai tidak transparan dan minim partisipasi masyarakat.

 

“Ini bisa memicu konflik sosial, protes massal, hingga sanksi pencabutan izin,” tambahnya.

 

Proyek “Paret Gajah” Picu Ketegangan

 

Lebih lanjut, sorotan tajam diarahkan ke proyek “Paret Gajah” di Kecamatan Penanggalan. Proyek ini dianggap mengganggu lahan warga dan mengabaikan aspek lingkungan. “Bukan hanya masyarakat yang dirugikan, tapi juga lingkungan. Ini bisa berdampak jangka panjang,” ujar Nasomal.

 

Ia juga menuding perusahaan abai terhadap kesejahteraan pekerja dan tidak menjalankan program pemberdayaan ekonomi lokal. Menurutnya, CSR seharusnya bukan sekadar formalitas, tapi wujud tanggung jawab nyata terhadap masyarakat sekitar.

 

Desakan Serius ke Pemerintah Kota

 

Prof. Nasomal mendesak Wali Kota Subulussalam, Haji Rasid Bancin, untuk turun tangan langsung menyelesaikan konflik ini. Ia mendorong pemerintah setempat—terutama Satgas Perkebunan dan Dinas Pertanian Perkebunan—untuk lebih aktif dalam mengawasi praktik perusahaan.

 

“Jika dibiarkan, ini bukan hanya mencederai kepercayaan publik, tapi juga mengancam hak-hak masyarakat adat dan petani,” tandasnya.

 

Suara Masyarakat Menanti Tindakan Nyata

 

LSM Suara Putra Aceh dan masyarakat Subulussalam kini menanti langkah konkret dari pemerintah. Mereka berharap konflik ini segera diselesaikan secara adil dan transparan, demi masa depan yang lebih harmonis antara perusahaan dan rakyat. Jelas Anton Tin pimpinan LSM Suara Putra Aceh Kota Subulussalam itu.

 

 

 

Jusmadi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *