Menanti Rencana Pemerintah Untuk Redenominasi

Indonesiainvestigasi.com

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Bank Indonesia telah mengeluarkan rencana redenominasi atau penyederhanaan uang rupiah (redenominasi rupiah 2020), yang akan dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang. Meskipun konsep ini tidak baru, banyak orang masih bertanya-tanya tentang implikasi dan manfaat dari redenominasi ini. Apa yang sebenarnya dimaksud dengan redenominasi?
Dikutip melalui PMK Nomor 77/PMK.01/2020 dari laman www.djkn.kemenkeu.go.id/ (24/12/2023)

Redenominasi adalah cara penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Tujuan utama redenominasi adalah menyederhanakan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa. Berbeda dengan sanering, redenominasi tidak mengurangi nilai mata uang, sehingga tidak mempengaruhi harga barang.

Bacaan Lainnya

Namun, sebelum kita membahas lebih lanjut tentang redenominasi, mari pahami perbedaan antara redenominasi dan sanering. Pada 1959, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menyederhanakan mata uang rupiah dengan cara menurunkan nilai uang pecahan 500 dan 1.000 rupiah menjadi 50 rupiah dan 100 rupiah. Hal ini dikenal dengan istilah sanering. Sanering dilakukan untuk menyehatkan ekonomi dan mencegah inflasi semakin tinggi.

Sementara itu, redenominasi hanya menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dalam bertransaksi, tanpa mengubah nilai tukar atau mempengaruhi harga barang. Dalam konteks redenominasi rupiah, secara teknis, uang yang sudah diredenominasi, jumlah angkanya akan mengecil tapi nilainya tetap sama. Contohnya adalah uang Rp10.000 yang setelah redenominasi, penulisannya berubah menjadi Rp10 saja, namun nilai uang tersebut tetap sama dengan sepuluh ribu rupiah.

Namun, meskipun redenominasi tidak mengurangi nilai mata uang, penghapusan tiga angka nol pada pecahan rupiah diharapkan akan memudahkan dalam pembukuan dan transaksi keuangan, serta menghemat biaya teknologi perbankan. Selain itu, redenominasi juga bertujuan untuk membuat perekonomian Indonesia setara dengan negara-negara lain, terutama di tingkat regional.

Fenomena di masyarakat juga menunjukkan bahwa tanpa disadari, sebetulnya masyarakat secara tidak langsung telah menerapkan redenominasi rupiah meski secara informal. Harga barang cenderung ditampilkan dengan embel-embel “K” dibelakang digit, yang arti umumnya kelipatan seribu. Pada transaksi informal, banyak pedagang dan pembeli yang sudah mulai menggunakan penyebutan nominal rupiah yang sederhana saat tawar-menawar.

Namun, untuk meminimalisir kebingungan dalam bertransaksi, pemerintah harus mengintensifkan sosialisasi redenominasi rupiah sejak dini. Menurut Bank Indonesia, pelaksanaan redenominasi membutuhkan waktu lebih dari tujuh tahun sebelum aktif sepenuhnya. Namun, jika sosialisasi dilakukan dengan baik, redenominasi bisa membawa manfaat yang besar bagi pembukuan dan transaksi keuangan, serta meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Sebagai masyarakat yang cerdas, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memahami redenominasi rupiah agar tidak salah paham dan takut uang kita nilainya akan berkurang. Pastinya, redenominasi hanyalah penyederhanaan digit angka rupiah, tidak lebih. Nah, kini, melalui PMK Nomor 77/PMK.01/2020, rencana redenominasi diharapkan benar-benar bisa dibahas dan terealisasi. Masyarakat sudah menunggu, tarif parkir yang dulunya 2.000 rupiah menjadi 2 rupiah saja. Kelak, di masa depan, akan ada satu masa dimana diksi “aku tidak menerima uang serupiah pun” akan menjadi lebih tidak relevan. Apakah kita sudah siap dengan redenominasi rupiah?
Kita tunggu saja apa hasil keputusan pemerintah dalam hal rencana Redenominasi keuangan.

(Sarifuddin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *