Hari Pers Nasional. Jurnalisme, Risiko, dan Tantangan dalam Menjaga Kebenaran

Indonesia Investigasi

Bireuen, Aceh – 10 Februari 2025, Jurnalisme bukan sekadar profesi; ini adalah panggilan hati yang menuntut keberanian, kejujuran, dan keteguhan dalam menyampaikan fakta kepada masyarakat. Namun, di tengah tugas mulianya, jurnalis kerap menghadapi ancaman, intimidasi, bahkan kehilangan nyawa karena mengungkap kebenaran yang tak diinginkan oleh segelintir pihak.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, jurnalis memiliki hak atas kebebasan berekspresi dan perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya. Pasal 4 ayat (1) menegaskan bahwa “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.” Bahkan, pasal 18 dalam UU ini menyatakan bahwa siapa pun yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan sanksi pidana.

Namun, fakta di lapangan sering kali bertolak belakang. Masih banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang dibiarkan tanpa penyelesaian hukum yang adil. Salah satu contoh tragis adalah pembunuhan seorang jurnalis di Sumatra Utara yang memberitakan perjudian dan peredaran narkoba yang diduga dilindungi oleh oknum aparat. Bukannya mendapat perlindungan, nyawanya malah melayang karena keberaniannya membongkar kebenaran. Rumahnya di bakar oleh orang tak dikenal. Ironisnya lagi, istri, anak dan cucu beliau juga turut menjadi korban dalam musibah tersebut.

Bacaan Lainnya

Sejarah mencatat banyak jurnalis yang menjadi korban karena menjalankan tugasnya. Seperti hal nya Ersa Siregar, jurnalis senior RCTI yang tewas dalam konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Republik Indonesia. Saat itu, Ersa bersama kru RCTI ditangkap oleh GAM pada Juli 2003 ketika meliput di Aceh. Setelah lima bulan dalam penyanderaan, Ersa tewas dalam baku tembak antara GAM dan TNI di Langsa, Aceh Timur. Kepergiannya menjadi salah satu simbol pengorbanan jurnalis di medan konflik.

Sebenarnya untuk apa jurnalisme ada.? Dan untuk siapa Jurnalis bekerja.?
Pertanyaan ini bisa menjadi renungan bagi kita semua. Secara ideal, jurnalisme ada untuk menyampaikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat. Jurnalis bekerja untuk publik, bukan untuk kepentingan segelintir elit politik atau pemilik modal. Dalam dunia yang penuh dengan propaganda dan hoaks, jurnalis harus menjadi benteng terakhir dalam menjaga integritas informasi.

Namun, realitasnya tidak selalu demikian. Dalam beberapa kasus, media besar justru menjadi alat propaganda pemerintah atau kelompok tertentu. Beberapa media terkesan hanya menampilkan sisi baik penguasa dan menutupi kebobrokan yang terjadi di balik layar. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, Apakah jurnalis masih bekerja untuk kebenaran, atau hanya menjadi alat bagi pihak berkepentingan?

Pada akhirnya, jurnalis sejati adalah mereka yang tetap teguh pada prinsip kejujuran dan keberanian, meskipun nyawa mereka menjadi taruhannya. Hari Pers Nasional harus menjadi momentum untuk mengingatkan bahwa kebebasan pers bukan sekadar hak, tetapi juga tanggung jawab. Jurnalis harus tetap berdiri di garis terdepan, menjaga kebenaran dan memberikan informasi yang layak bagi masyarakat.

Selamat Hari Pers Nasional! Mari terus mendukung kebebasan pers yang independen, jujur, dan bertanggung jawab.

Teuku Fajar Al-Farisyi
Jurnalis indonesiainvestigasi.com

Pos terkait