Indonesia Investigasi
Pertanyaan itu masih menggema di setiap sudut Serambi Mekkah. Dari kedai kopi di Meulaboh hingga pelosok Gayo, dari ruang diskusi intelektual hingga forum keluarga sederhana di malam hari. Apakah kita masih mencari pengkhianat ataukah kita lupa, mungkin pengkhianat itu adalah bayangan dari diri kita sendiri?
Dalam perjalanan sejarah Aceh, darah dan air mata menjadi saksi bisu perjuangan rakyatnya. Namun, apa yang salah? Apakah perjuangan itu dikhianati oleh generasi penerusnya?
Kita kembali menelusuri jejak sejarah. Apakah benar Tgk. Daud Beureu’eh seorang pengkhianat? Bukankah ia seorang pejuang yang menyuarakan identitas Aceh di tengah desakan nasionalisme Indonesia? Atau apakah para Ulee Balang yang mendukung kolonial Belanda benar-benar salah, atau hanya mencoba menyelamatkan rakyat dari kehancuran total?
Sejarah selalu memiliki dua sisi. Tetapi di mana kita berdiri ketika memandang masa lalu itu? Apakah kita hanya melemparkan tuduhan tanpa memahami sepenuhnya konteks perjuangan mereka?
Namun, masalah kita bukan hanya sejarah. Pengkhianatan terbesar mungkin terjadi di zaman ini, di mana keadilan sosial semakin memudar. Ketika hasil bumi Aceh yang melimpah, seperti gas, minyak, emas, dan lainnya, tidak kunjung mengangkat taraf hidup masyarakat. Apakah yang salah adalah sistem atau para pelaku di dalamnya?
Apakah kita menyadari bahwa pengkhianat bisa jadi mereka yang membiarkan Aceh menjadi provinsi termiskin di Sumatera? Mereka yang memilih nyaman di atas penderitaan rakyatnya. Atau mereka yang hanya datang saat pemilu dengan janji manis, lalu menghilang setelah kursi kekuasaan diraih.
Kita sering mendambakan pemimpin yang ikhlas, pemimpin yang memprioritaskan rakyat di atas segalanya. Tapi apakah para pemimpin kita saat ini benar-benar memperjuangkan Aceh atau malah berkompromi dengan pihak-pihak yang hanya ingin mengeksploitasi Aceh?
Pembangunan pipa gas Arun ke Jawa Timur adalah salah satu contoh nyata. Apakah itu bentuk kontribusi Aceh untuk Indonesia atau bentuk eksploitasi tanpa timbal balik yang adil?
Siapakah Kita di Tengah Semua Ini?
Sebelum kita menunjuk siapa pengkhianatnya, mari kita bertanya: apakah kita, masyarakat Aceh, juga turut andil dalam pengkhianatan ini? Ketika kita memilih diam saat ketidakadilan terjadi, bukankah itu juga bentuk pengkhianatan?
Ketika kita lebih memilih mengkritik tanpa memberi solusi, apakah itu membantu Aceh maju? Atau ketika kita lebih memikirkan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan bersama, apakah itu tidak menjadi bagian dari masalah yang sama?
Bagaimana Aceh di Masa Depan?
Jika kita ingin menemukan pengkhianat Aceh, mungkin jawabannya ada di cermin. Tetapi, pertanyaan yang lebih penting adalah: apakah kita bisa berubah? Apakah kita bisa menjadi generasi yang mengakhiri pengkhianatan ini?
Kita butuh lebih dari sekadar retorika. Kita butuh tindakan nyata. Generasi muda Aceh harus bangkit, bukan hanya untuk mempertanyakan tetapi juga untuk memperbaiki. Jangan biarkan sejarah hanya menjadi cerita tentang pengkhianatan.
Bersambung ke Episode 3: Harapan di Tengah Kegelapan
Aceh masih memiliki harapan. Tapi harapan itu tidak akan datang jika kita hanya mengandalkan orang lain. Mungkin jawabannya ada pada kita sendiri.
(Ditunggu episode berikutnya yang akan membahas bagaimana masyarakat Aceh dapat bersatu memperjuangkan hak-haknya tanpa terpecah oleh perbedaan dan kepentingan individu.)
Tulisan ini adalah suara hati Aceh. Sebarkan, renungkan, dan jadilah bagian dari solusi. Karena hanya kita yang bisa menyelamatkan Aceh.
Teuku Fajar Al-Farisyi