Puluhan Calon Siswa Diduga Menggunakan Piagam Palsu untuk Mendaftar SMA di Semarang

Indonesia Investigasi

Semarang, Jawa Tengah – Puluhan calon siswa diduga menggunakan piagam kejuaraan internasional marching band palsu untuk mendaftar ke sekolah SMA di Semarang.

Salah satu orang tua siswa, Indah, mengungkap alasannya menggunakan piagam tersebut.

Indah, perwakilan orang tua siswa, menjelaskan bahwa anaknya memang mengikuti kegiatan marching band saat di SMP.

Bacaan Lainnya

Ia menyebutkan bahwa kelompok marching band tersebut pernah mengikuti kejuaraan internasional yang menjadi kontroversi tersebut.

Kejuaraan tersebut digelar secara virtual saat pandemi COVID-19 lalu, di mana kelompok marching band SMP di Semarang itu dikabarkan meraih juara pertama.

“Ada surat keterangan sekolah soal piagam itu. Pernah diposting kemenangan kita di media sosial sekolah. Kita tidak ragu karena sudah ada dari kepala sekolah. Di-cc juga ke Dinas Pendidikan Kota Semarang,” kata Indah, Sabtu (13/7/2024).

Hal ini membuat orang tua dan siswa merasa percaya diri menggunakan piagam tersebut untuk mendaftar SMA melalui jalur prestasi.

Namun, mereka terkejut ketika piagam itu belakangan dipermasalahkan.

Ternyata, kelompok marching band tersebut sebenarnya hanya meraih juara tiga di lomba itu.

“Kami mengetahui masalah ini di hari terakhir pendaftaran,” ujar Indah.

Para orang tua sudah mencoba meminta klarifikasi, salah satunya kepada pelatih marching band yang dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Namun, mereka tidak berhasil menemukan pelatih tersebut.

“Komunikasi terakhir dengan pelatih tanggal 27 Juni. Kami marah-marah dan meminta dia untuk datang, tapi dia tidak datang.

Sampai sekarang tidak tahu di mana. Waktu ditelepon, dia cuma bilang, ‘saya bingung’,” tutur Indah.

Para orang tua juga kecewa dengan keputusan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah yang menganulir piagam tersebut secara manual.

Menurut Indah, ia sudah berupaya memberi masukan namun diberi arahan bahwa semuanya sudah sesuai sistem, namun anulir dilakukan secara manual bahkan nama anaknya masih ada dalam sistem.

Mendapat tekanan dari pihak lain bahkan teman-temannya anak-anak syok.

Mereka mendapat bully-an, hinaan, dan ejekan. Mental mereka jatuh, selain sedih dan terluka, juga malu.

Mereka latihan dari pagi sampai malam, bahkan saat liburan juga latihan,” kata Indah.

(M. Efendi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *