Indonesia Investigasi
Aceh Tamiang, Aceh – Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah terkesan disalah gunakan oleh oknum kepala sekolah (Kepsek) miliki kepentingan tertentu atau manfaatkan situasi berkedok kepentingan sekolah.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum (Ketum) Front Penegak Keadilan (FPK), Ahmad Ruslim dalam rangka sikapi keluhan dan pengaduan orang tua atau wali siswa terhadap maraknya praktik dugaan pengutipan pihak sekolah pada peserta didik atau wali murid.
Kata Ahmad Ruslim, bagi para oknum Kepsek atau pihak sekolah dalam hal ini terkesan menggunakan Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah (Komsek) dalam lakukan aksi terkesan berpotensi pungutan liar (Pungli) terhadap peserta didik.
“Saat ini sedang trend terjadi adalah para oknum pihak sekolah atau para oknum Kepsek praktikkan kebijakan pada wali siswa dengan judul “uang komite” terhadap peserta didik polanya adakan rapat wali murid dengan komite guna penyampaian hal tersebut agar terkesan mulus,” kata Ahmad Ruslim kepada media ini, Selesa, 23 Juli 2024.
Sambung Ketum FPK, Ahmad Ruslim, akrab disapa Ruslim, dalam praktik dugaan berpotensi Pungli terkesan dimuluskan ini, Regulasi tentang Komite Sekolah dijadikan senjata dan para oknum Komite Sekolah juga terkesan tergiring ikut serta pada praktik disinyalir nabrak aturan itu.
“Penting digaris bawahi oleh para oknum disinyalir legalkan praktik dugaan Pungli berjudul Uang Komite diwajibkan bagi peserta didik sebenarnya terindikasi melanggar hukum dan jelas-jelas praktik dugaan pungli dengan potensi penyalahgunaan wewenang jabatan pihak sekolah dan Komsek,” ungkap Ketum FPK.
Jelas Ruslim, dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Bantuan Pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak.
“Bantuan pendidikan itu juga dapat diperoleh atau dengan cara mengajukan permohonan dan atau sejenisnya kepada pihak ketiga seperti instansi, badan usaha, perusahaan, atau lainnya sifat tidak mengikat untuk kepentingan sekolah, bukan diminta kepada peserta didik atau walinya,” sebut Ruslim.
Jelasnya, itu disebutkan pada pasal 12 huruf b, Permendikbud nomor 75 tahun 2016 tentang Komsek,
bunyinya, “Komite Sekolah dilarang meminta iuran atau bantuan kepada peserta didik atau wali siswa”. Dibenarkan Komsek menggalang dana tetapi kepada pihak luar sekolah atau pihak ketiga seperti perusahaan dilingkungan kawasan sekolah, kecuali perusahaan rokok.
Ketika SPP mulai digratiskan, papar Ketum FPK, bagi SMA dibiayai pemerintah provinsi dan SMP serta SD didanai oleh pemerintah kabupaten, maka semua iuran itu dilarang dipungut pada peserta didik aatau wali.
Dikelasnya, Komite Sekolah baik perseorang atau kolektif dilarang meminta iuran atau bantuan dan berupa kutipan apapun kepada peserta didik atau wali siswa, dan dalam hal ini terkesan pelintirkan Regulasi Komite Sekolah, secara aturan itu tidak dibenarkan.
“Sementara Regulasi digunakan buat legalkan dugaan pungutan, eh.. malah ada pasal didalamnya tegas melarang dilakukan minta iuran atau bantuan kepada peserta didik atau walinya, gimana bagi yang sedang dan sudah praktikkan dugaan pelanggaran tersebut,” tanya Ketum FPK.
Beberapa Wali Siswa di Seruway keluhkan praktik dugaan praktik pungutan pihak sekolah menjual aturan Komite Sekolah terkesan marak terjadi, mulai dari kutipan uang untuk pembangunan dan pengadaan tanah, uang kursi, uang baju, uang perpisahan, uang buku LKS, hingga uang disebut uang komite terhadap peserta didik.
“Kami sebenarnya keberatan dengan kutipan tersebut, namun karena diatas namakan dengan judul katanya tidak melanggar aturan, kami terpaksa setuju meskipun berat perekonomian kami, beda lah bagi orang tua siswa yang ekonomi cukup dan mapan,” ujar salah satu wali siswa namanya enggan disebut.*
SAP