Indonesiainvestigasi.com
Oleh : Syahrudin AP
Banda Aceh – Tahun 2023-2024 jelang pesta demokrasi bergulir di Negara Republik Indonesia, khususnya Provinsi Aceh diwarnai berbagai trik dan tehnik memperoleh dukungan bagi calon legislatif (Caleg) Incumbent alias Petahana.
Dinamika dilingkungan para masyarakat memiliki hak pilih atau suara untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan kursi parlemen atau perwakilan rakyat mulai tingkat pusat hingga tingkat kabupaten dan kota.
Ribuan kandidat Caleg baik Petahana maupun non petahana berusaha perjuangkan simpati dan dukungan rakyat guna dapat menduduki posisi anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) baik secara demokrasi murni maupun dengan cara-cara tidak sehat atau disebut politik uang.
Bagi incumbent, dengan menggunakan uang negara sedang mereka miliki kewenangan di tahun politik ini (2023-2024) juga tidak ketinggalan ambil bagian guna memperoleh kembali simpati masyarakat untuk terpilih kembali menduduki kursi terkesan empuk dan rebutan setiap 5 (lima) tahun sekali itu.
Ironisnya, banyak para oknum Petahana yang kembali ikut mencalonkan diri guna mempertahankan posisinya terkesan dapat disebut lowongan kerja 5 (lima) sekali bagi para oknum menjadikan kursi wakil rakyat sebagai bisnis mencari keuntungan dan mendapatkan fasilitas dari negara.
Pertanyaannya, kemana 3 (tiga) tahun lalu mengalokasikan anggaran negara menjadi kewenangannya untuk rakyat, disinyalir menjadi bisnis atau dagang uang negara atau mengalokasikan secara terkesan terselubung untuk kumpulkan sebagai harta kekayaan para oknum tersebut?
Dari sudut pandang pantauan publik, di 3 tahun lalu tidak perlu dipublikasikan kemana relokasi realisasi anggaran hak aspirasi anggota DPR karena belum masuk tahun politik jelang pemilihan kembali. Apakah Aspirasi atau juga disebut dana pokok pikiran (Pokir) dewan disinyalir untuk kepentingan pribadi dan kelompok?
Dalam 2 tahun ini mulai terpublikasi realiasi anggaran Pokir disalurkan kepada masyarakat karena berharap seolah sudah sesuai Regulasi menduduki jabatan atau posisi wakil rakyat.
Kemana demokrasi di agung-agungkan di negeri ini, atau demokrasi itu hanya sebagai simbol saja? Jika saat mau pemilihan kembali disalurkan bantuan kepada masyarakat melalui Pokir, itu sama halnya dengan politik transaksi.
Kepada pihak diamanatkan negara dalam Regulasi sebagai pengawas pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil (Jurdil) agar melaksanakan tugas dengan benar demi tegaknya demokrasi.
Hasil pantauan lapangan sudah mulai para incombent melakukan politik transaksi untuk memperoleh dukungan rakyat, seperti mau realisasi bantuan rehab rumah, bantuan perlengkapan keluarga seperti selimut dan lain nya.*
Bersambung…..
Red