Indonesia Investigasi
(penulis: Muhammad Ramadhanur Halim, S,HI,)
Keterbukaan informasi publik merupakan elemen penting dalam tata-kelola pemerintahan modern, hal ini bertujuan untuk memastikan adanya transparansi, akuntabilitas dan partisipatif masyarakat. Di Aceh, prinsip ini tidak hanya didorong oleh regulasi nasional seperti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), tetapi juga didasari pada nilai-nilai Maqasid Syariah (tujuan syariah) yang mengedepankan kesejahteraan umat manusia. Maqasid Syariah mencakup perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan, harta, dan lingkungan (Hifz al-Bi’ah). Implementasi keterbukaan informasi publik di Aceh melalui pendekatan dan pandangan Maqasid Syariah dapat memperkuat kepercayaan publik dan meningkatkan kualitas pelayanannya.
Perlindungan agama (Hifz al-Din) dalam konteks keterbukaan informasi publik harus memastikan bahwa informasi yang disebarkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Provinsi Aceh, yang memiliki kekhususan dalam penerapan syariat Islam, melalui informasi yang transparan akan membantu menjaga integritas dan moralitas masyarakat. Perlindungan jiwa (Hifz al-Nafs) menekankan bahwa informasi yang akurat dan terbuka dapat mencegah dari bahaya atau ancaman terhadap keselamatan dan kesejahteraan individu. Misalnya, informasi tentang bencana alam atau kesehatan publik sangat penting, karena hal ini untuk melindungi masyarakat dari risiko yang tidak diinginkan.
Perlindungan akal (Hifz al-Aql) yaitu, mendukung pendidikan dan penyebaran pengetahuan yang benar, serta melawan informasi yang menyesatkan atau dapat merusak pandangan dan pemikiran masyarakat. Ini penting untuk membangun masyarakat yang berpengetahuan dan kritis, yang dapat berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi di Indonesia. Perlindungan keturunan (Hifz al-Nasl) memastikan bahwa setiap informasi yang terbuka dan jujur membantu untuk menjaga kehormatan dan martabat keluarga di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Memastikan bahwa informasi yang disebarkan tidak merusak moral dan etika yang sangat penting dalam menjaga struktur sosial kemasyarakatan yang sehat.
Perlindungan harta (Hifz al-Mal) menekankan transparansi dalam pengelolaan harta dan sumber daya publik untuk mencegah penipuan dan korupsi. Di Aceh, keterbukaan informasi dalam pengelolaan zakat, wakaf, dan sumber daya lainnya memastikan bahwa dana digunakan untuk kemaslahatan bersama serta pihak pengelola dapat mempertanggungjawabkan dalam pengelolaannya. Perlindungan lingkungan (Hifz al-Bi’ah) menekankan pentingnya keterbukaan informasi tentang isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan, seperti polusi, perubahan iklim, dan konservasi sumber daya alam. Informasi yang transparan memungkinkan masyarakat dapat berpartisipasi dalam upaya pelestarian lingkungan dan menuntut akuntabilitas dari pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Untuk memperkuat keterbukaan informasi publik di Aceh, beberapa langkah tindak lanjut dapat diambil. Pertama, pemerintah dan lembaga terkait terus mengajak dan menyusun program kegiatan guna meningkatkan kapasitas dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keterbukaan informasi melalui pelatihan, seminar, dan kampanye publik. Kedua, penguatan regulasi yang mendukung keterbukaan informasi, seperti Qanun Aceh No. 7 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keterbukaan Informasi Publik, harus diikuti dengan implementasi yang konsisten dan pengawasan yang ketat. Ketiga, pemanfaatan teknologi informasi guna memfasilitasi akses informasi yang cepat dan mudah, seperti pengembangan platform digital yang memungkinkan masyarakat mengakses informasi publik secara online.
Keempat, melakukan kolaborasi dengan lembaga-lembaga non-pemerintah, media, dan organisasi masyarakat sipil untuk memastikan bahwa informasi yang disebarkan ke publik akurat dan dapat dipercaya. Hal ini juga membantu dalam mengawasi dan menilai kinerja pemerintah dalam hal keterbukaan informasi.
Kelima, transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan harus menjadi skala prioritas. Informasi tentang proyek-proyek lingkungan, penggunaan lahan, dan dampak lingkungan harus tersedia untuk publik.
Dengan langkah-langkah ini, harapannya Aceh dapat menjadi rule model dalam menerapkan keterbukaan informasi publik yang selaras dengan nilai-nilai Maqasid Syariah, sehingga menciptakan pemerintahan yang lebih transparan, akuntabel, partisipatif dan berkelanjutan.(*)
Dahrul