Indonesia Investigasi
BENER MERIAH – Dalam rangka memperingati 20 tahun perdamaian Aceh, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh bersama Pemerintah Kabupaten Bener Meriah menggelar acara ‘Mangan Murum Tasyakuran’ di GOR Bener Meriah, Minggu (10/8/2025).
Mengusung tema “Dua Dekade Perdamaian Aceh, Bersatu Membangun Bener Meriah Maju dan Bermartabat”, kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, di antaranya perwakilan Wali Nanggroe, Prof Saifuddin Harun; Kepala Dinas Pendidikan Aceh mewakili Gubernur; Bupati dan Wakil Bupati Bener Meriah; unsur Forkopimda; para reje atau kepala desa dari Desa Sidodadi, Kecamatan Bandar, serta Desa Bakongan, Kecamatan Permata; Direktur Pelanggaran HAM Berat Kejaksaan Agung RI; dan Direktur Yayasan Tifa dari Jakarta.
Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya, menjelaskan bahwa ‘Mangan Murum’ adalah puncak dari rangkaian rekonsiliasi berbasis komunitas di Bener Meriah. Sehari sebelumnya, telah dilakukan penandatanganan berita acara rekonsiliasi antara pihak Desa Bakongan dan Desa Sidodadi, disaksikan oleh Wakil Bupati, Ketua MPU, Ketua MAG, dan para komisioner KKR Aceh.
“Perdamaian bukan hanya berarti tidak adanya perang, tetapi sebuah keadaan di mana masyarakat dapat hidup harmonis, saling menghormati, dan bebas dari konflik,” ujar Masthur. Menurutnya, proses rekonsiliasi ini lahir dari kesadaran bahwa semua pihak adalah bersaudara, memiliki tanggung jawab bersama membangun Bener Meriah yang maju, makmur, dan berkeadilan.
Ia menegaskan, keberlanjutan perdamaian memerlukan usaha, kejujuran, keikhlasan, dan komitmen bersama, serta kepedulian terhadap nasib para korban konflik masa lalu. “Mari kita jadikan perdamaian Aceh sebagai tujuan bersama, secara jujur dan bertanggung jawab,” pesan Masthur.
Direktur HAM Kejaksaan Agung RI, Muhibbudin, SH, MH, menambahkan bahwa rekonsiliasi komunitas di Bener Meriah dapat menjadi model perdamaian bagi daerah lain di Indonesia.
Dalam budaya Gayo, Mangan Murum berarti makan bersama atau kenduri yang diadakan untuk merayakan dan mempererat silaturahmi antarwarga. Tradisi ini kerap melibatkan dua kampung atau lebih, dan menjadi bagian penting dalam menjaga kebersamaan serta keharmonisan sosial.
Zahrul/Khalis Tampiaba