Indonesia Investigasi
MEULABOH, ACEH BARAT – Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah setempat pada Senin, 19 Mei 2025.
Inisiatif ini diambil menyusul pembentukan tim panitia khusus (pansus) perkebunan oleh DPRK Aceh Barat. Pembentukan pansus bertujuan untuk menuntaskan berbagai permasalahan yang kerap muncul dalam relasi antara perusahaan dan masyarakat.
Beberapa perusahaan kelapa sawit yang diundang untuk hadir dalam RDP tersebut antara lain PT. Sapta Jaya Sentosa Abadi, PT. Prima Agro Aceh Lestari, PT. Bitani, PT. Agro Sinergi Nusantara, PT. Sari Inti Rakyat, dan PT. Karya Tanah Subur.
Dalam forum dialog tersebut, Anggota Pansus Perkebunan DPRK Aceh Barat, Tgk Bachtiar, menyampaikan berbagai keluhan yang diterima pihaknya dari masyarakat. Beberapa isu krusial yang menjadi perhatian adalah belum selesainya proses pembagian kebun plasma yang menjadi hak masyarakat, serta adanya dugaan kuat pencemaran lingkungan yang berdampak negatif pada kualitas hidup warga.
“Masyarakat menyampaikan keluhan kepada kami bahwa ketika mereka hendak menggarap lahan, ternyata lahan tersebut telah masuk ke dalam kawasan operasional perusahaan,” ujar Tgk Bachtiar.
Dirinya juga menyoroti permasalahan tumpang tindih kepemilikan lahan, di mana sejumlah besar tanah milik masyarakat, termasuk area persawahan hingga bangunan masjid, dilaporkan tercakup dalam Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan.
Lebih lanjut, Tgk Bachtiar menekankan pentingnya pemenuhan kewajiban perusahaan untuk menyediakan 20 persen kebun plasma bagi masyarakat sekitar.
“Mengenai plasma, seharusnya 20 persen kebun plasma diberikan kepada masyarakat di luar area HGU. Namun, saya mendengar langsung dari Menteri Nusron Wahid bahwa pemberiannya dilakukan di dalam HGU,” jelasnya.
Sebelumnya, tim pansus diketahui telah melakukan konsultasi dengan Kementerian ATR/BPN untuk mencari solusi atas permasalahan ini. Rencananya, setelah hasil kajian pansus rampung, tim akan kembali menghadap Kementerian ATR/BPN.
Pihaknya mendesak adanya komitmen yang tegas dari pihak perusahaan untuk segera menyelesaikan persoalan penyediaan kebun plasma yang merupakan hak masyarakat.
Melalui Pansus Perkebunan ini, DPRK Aceh Barat menunjukkan keseriusannya dalam menindaklanjuti berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat terkait operasional perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Diharapkan, RDP ini menjadi langkah awal yang konstruktif dalam upaya mencari solusi yang adil dan memberikan manfaat bagi seluruh pihak terkait. Perkembangan dari pertemuan ini akan menjadi perhatian publik dalam beberapa waktu ke depan.
Sebagai anggota Komisi IV yang juga hadir dalam RDP dengan perusahaan perkebunan, Tgk Bachtiar menambahkan, “Kami berharap perusahaan dapat menjalankan aturan lokal terkait hari libur pada acara keagamaan atau hari besar Islam. Jangan hanya memberikan satu hari libur, mengingat adat istiadat Aceh, contohnya pada Hari Raya Idul Adha, terdapat hari tasyrik hingga tiga hari yang tidak diperbolehkan untuk bekerja karena merupakan hari yang sangat dimuliakan.”
“Hal ini saya sampaikan agar dapat diteruskan kepada pimpinan, sehingga hak-hak kekhususan atau keistimewaan Aceh dapat diimplementasikan di wilayah Aceh,” tutupnya.
Nouval Farabi