Bagian 1,LASAK: Pendamping Desa Dilarang Ambil Upah dari Desa, Ini Uraiannya

Oplus_131072

Indonesia investigasi

Banda Aceh – Pendamping Desa direkrut Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) dilarang mengambil upah dari desa, terutama dalam hal pembuatan laporan, pembuatan anggaran pendapatan belanja desa (APBDes), serta bentuk lainnya.

Pendamping Desa diminta untuk melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap aparatur pemerintah desa (Pemdes) agar mampu mandiri dalam melaksanakan dan mengelola anggaran desa, termasuk dalam proses perencanaan hingga laporan pertanggungjawaban anggaran.

Lembaga Anti Suap dan Anti Korupsi (LASAK) melalui Aktivisnya, Shahrial menyebutkan, Peran pendamping desa dalam membawa perubahan signifikan di masyarakat pedesaan telah diatur dengan jelas dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2023.

Bacaan Lainnya

“Tugas Pendamping desa,
Pendamping Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas mendampingi Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, pengembangan Badan Usaha Milik Desa, dan pembangunan yang berskala lokal Desa,” ujar Shahrial, Minggu (30/09/24).

Sambung Shahrial, Pendamping Desa berperan dalam mempercepat proses administrasi terkait dana desa di tingkat kecamatan. Mereka bertanggung jawab untuk memastikan penyaluran, perencanaan, pemanfaatan, dan pelaporan dana desa dapat dilakukan secara efisien.

“Pendamping Desa, baik tingkat kecamatan maupun Pendamping Lokal Desa (PLD) dilarang bekerja sebagai tenaga upahan di Pemerintahan Desa terutama dalam hal perencanaan dan pelaporan keuangan desa, melainkan pendampingan mengajarkan kader untuk mampu mandiri dalam hal perencanaan dan pelaporan,” jelas Aktivis LASAK itu melalui rilisnya.

Lanjutnya, Pendamping Desa lahir berkat adanya Undang-Undang Desa. Salah satu kewajiban Pendamping Desa ialah melakukan pendampingan, baik dalam kegiatan pendataan, perencanaan, pelaksanaan, atau pengawasan pembangunan desa.

“Pendamping Desa terkesan didapati menjadi agen pengatur anggaran desa, sebagai konsultan desa secara berkesinambungan dengan mengambil upah dari pekerjaan seharusnya pendampingan terhadap kader pemerintah desa,” ungkap Shahrial.

Tidak mungkin, tambahnya, dari 2016 hingga saat ini desa belum mampu mandiri dalam perencanaan dan pelaporan terkait tata kelola keuangan desa, disinyalir didapati informasi dilapangan bahwa ada para oknum Pendamping Desa (PD) tingkat kecamatan dan PLD masih menjadikan desa sebagai ladang upahan disinyalir memperkaya diri.

“Jika ada ditemukan secara rill dan akurat ada oknum PD dan PLD sebagai konsultan upahan dibayar dari sumber dana desa (DD) atau dana dari pihak pemerintahan desa berpotensi perkaya diri menjadikan desa sebagai obyek mencari uang pribadi, silahkan laporkan kepada LASAK, akan kita laporkan ke pihak Kementrian Desa,” tegas Aktivis LASAK tersebut.* Bersambung….

Reporter : SAP/Joy MA

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *