Disusun Oleh: Muhammad Ramadhanur Halim, S.HI,
Indonesia Investigasi
Masa pra dan pasca kemerdekaan Indonesia mencerminkan perubahan signifikan dalam peran elit politik dan birokrasi. Pada era kolonial, elit Indonesia bersatu melawan penjajah, memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan. Mereka berdiplomasi, merancang strategi, dan memobilisasi rakyat untuk mengusir penjajah. Semangat nasionalisme dan solidaritas menjadi pendorong utama perjuangan ini. Namun, setelah kemerdekaan, dinamika politik dan sosial mengalami transformasi yang mendalam.
Pada masa pasca kemerdekaan, tantangan baru muncul ketika elit yang sebelumnya berjuang melawan penjajah kini menjadi penguasa. Beberapa kritik mengemuka bahwa elit ini justru mengalihkan perjuangan mereka dari melawan penjajah menjadi melawan rakyatnya sendiri. Diplomasi yang sebelumnya difokuskan untuk meraih kemerdekaan, kini beralih untuk mempertahankan kekuasaan. Perubahan ini mencerminkan transisi dari perjuangan idealis menjadi realitas pragmatis yang sering kali penuh dengan kompromi dan penyimpangan dari cita-cita awal.
Teori Elitisme dan teori Marxist memberikan kerangka analitis untuk memahami perubahan ini. Menurut teori elitisme, kekuasaan cenderung terkonsentrasi pada kelompok kecil yang mengendalikan sumber daya dan kebijakan. Sementara itu, teori Marxist menyoroti bahwa perjuangan kelas terus berlanjut dalam bentuk baru, di mana elit lokal mengambil alih peran penjajah dan melanjutkan penindasan terhadap rakyat. Kritik ini menemukan relevansinya dalam berbagai peristiwa politik dan sosial di Indonesia pasca kemerdekaan.
Pandangan pasca kolonialisme, seperti yang dikemukakan oleh Frantz Fanon, memperkuat argumen ini. Fanon berpendapat bahwa elit lokal sering kali menggantikan posisi penjajah dan memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan mereka sendiri. Kondisi ini diperparah oleh adanya proyek-proyek besar yang lebih menguntungkan pejabat daripada rakyat. Keterlibatan elit dalam korupsi dan nepotisme menambah beban rakyat yang seharusnya menikmati buah kemerdekaan.
Dalam konteks pandangan Islam, peran pemimpin dan elit sangat ditekankan pada amanah, keadilan, dan pelayanan kepada rakyat. Nabi Muhammad SAW mengajarkan pentingnya kejujuran dan integritas dalam kepemimpinan. Ketika elit menyimpang dari prinsip-prinsip ini, mereka kehilangan legitimasi moral dan spiritual. Islam menekankan bahwa pemimpin adalah pelayan rakyat, dan setiap kebijakan harus berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial.
Kritik terhadap elit pasca kemerdekaan yang dianggap mengkhianati janji-janji kemerdekaan menjadi narasi yang umum di media dan diskusi publik. Tuduhan penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan nepotisme mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap elit yang seharusnya melindungi dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Transformasi peran elit ini menggarisbawahi pentingnya pengawasan dan partisipasi aktif rakyat dalam politik untuk memastikan bahwa semangat kemerdekaan tetap hidup.
Sebagai kesimpulan, transformasi peran elit dari masa pra hingga pasca kemerdekaan mencerminkan tantangan dan paradoks dalam perjuangan politik. Pandangan teoritis dan pandangan Islam memberikan landasan untuk memahami dan mengkritisi perubahan ini. Pada akhirnya, peran elit harus selalu diarahkan untuk melayani rakyat dan memperjuangkan keadilan sosial sesuai dengan cita-cita kemerdekaan.
Dahrul