Indonesia Investigasi
Jakarta – Direktur Utama PT. Prima Mesra Lestari, Edi Wijaya, diduga kuat melakukan tindak pidana pemerasan terhadap Komisaris Utama perusahaan yang sama, Yusi Ananda. Modus operandi untuk memuluskan aksinya adalah Edi Wijaya membuat laporan polisi seolah-olah ditipu oleh Yusi Ananda ke Polres Metro Jakarta Pusat November 2023 lalu. Laporan polisi tersebut akhirnya bergulir dengan penetapan terlapor sebagai tersangka dan sempat ditahan pada tanggal 21-22 Februari 2025.
Perkara perdata yang diputar-balikkan menjadi laporan pidana itu akhirnya menguak sebuah dugaan konspirasi antara pelapor dengan Polrestro Jakarta Pusat yang menangani kasusnya. Pasalnya, dalam proses mediasi untuk mencapai kesepakatan damai, Edi Wijaya memaksakan kehendaknya meminta uang Rp. 2 milyar dari Yusi Ananda, walaupun sesungguhnya Edi Wijaya hanya menyetorkan dana pembayaran lahan milik terlapor sebesar Rp. 350 juta. Dana Rp. 350 juta ini sudah dikembalikan terlapor kepada pelapor beberapa waktu sebelumnya.
Dalam kasus ini, oknum polisi Polrestro Jakarta Pusat terkesan lebih berpihak kepada Edi Wijaya. Penyidik Polrestro Jakarta Pusat melanjutkan proses hukum dengan menetapkan Yusi Ananda sebagai tersangka dan langsung ditahan tanpa prosedur yang benar. Kemudian, saat proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), tersangka terpaksa (atau dipaksa?) menyerahkan uang Rp. 1,6 milyar yang dititipkan ke penyidik atas nama Bripka Eko Haryanto, NRP 79121125.
Berita lengkap kasus ini dapat dibaca di sini: Polresto Jakarta Pusat Diduga Kuat Ditunggangi Edi Wijaya dalam Melakukan Pemerasan terhadap Yusi Ananda (https://pewarta-indonesia.com/2025/02/polresto-jakarta-pusat-diduga-kuat-ditunggangi-edi-wijaya-dalam-melakukan-pemerasan-terhadap-yusi-ananda/)
Akibat tekanan pemberitaan yang masif terkait perilaku Polrestro Jakarta Pusat atas kasus dugaan pemerasan itu, akhirnya terjadi kesepakatan damai antara pelapor dan terlapor. Kesepakatan damai itu dituangkan dalam surat perdamaian di depan penyidik pada tanggal 22 Februari 2025 kemarin. “Pihak pertama (Edi Wijaya) dan pihak kedua (Yusi Ananda) saling sepakat secara kekeluargaan untuk mengakhiri tuntutan hukum, dan pihak pertama bersedia mencabut pengaduan sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/B/2744/XI/2023/SPKT/POLRES METRO JAKPUS/POLDA METRO JAYA, tertanggal 14 November 2023.” Demikian salah satu butir kesepakatan damai pelapor dan terlapor.
Dari fakta tersebut, terlihat bahwa Polrestro Jakarta Pusat memainkan peran untuk membantu Edi Wijaya melakukan pemerasan terhadap Yusi Ananda, rekannya sendiri sesama pendiri PT. Prima Mesra Lestari. Seperti telah diketahui umum, para wercok (istilah untuk polisi nakal – red) dimana-mana senang membantu penjahat dalam melakukan kejahatan, terutama yang mendantangkan cuan.
Ketika kasus ini dikonfirmasi oleh media bersama Tim Penasehat Hukum (PH) korban pemerasan, Yusi Ananda, ke penyidik AKP Rachmat Basuki, S.H., M.H., NRP 71110043, diperoleh keterangan bahwa penyidik hanya menjalankan perintah atasan. “Izin, mohon maaf Jenderal, kami hanya menjalankan perintah atasan,” ucap AKP Rachmat Basuki kepada Irjenpol (Purn) Dr. Abdul Gofur, S.H., M.H. dan Brigjenpol (Purn) Drs, Hilman Thayb, M.Si, dari tim penasehat hukum Yusi Ananda, Jumat malam, 21 Februari 2025.
Polisi adalah bagian dari penyelenggara pemerintahan di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, yang dibiayai dan digaji negara. Segala tindakan mereka yang terhubung dengan penerimaan dan atau terlibat dalam proses transaksi illegal, merupakan salah satu obyek sasaran pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Edi Wijaya terhadap Yusi Ananda, polisi yang menerima dana berupa cheque senilai Rp. 1,6 milyar, dengan dalih dititipkan untuk memenuhi permintaan Edi Wijaya, dapat dikategorikan sebagai sebuah tindak pidana korupsi dalam bentuk menerima suap.
Berdasarkan indikasi yang terang-benderang itulah, Kuasa Hukum Yusi Ananda akan melaporkan Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Dr. Susatyo Purnomo Condro, S.H., S.I.K., M.Si. bersama jajarannya yang terlibat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini perlu dilakukan agar para penegak hukum jangan bermain-main dalam menangani kasus untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu.
Dari kediamannya di bilangan Slipi-29, Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, memberikan respon yang mendukung PH Yusi Ananda untuk memproses lanjut perilaku koruptif aparat hukum. “Ini adalah salah satu program utama Presiden Prabowo Subianto, yakni pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya. Salah satu akar tunggang korupsi adalah aparat hukum, polisi, jaksa, dan hakim, yang secara masif terlibat langsung dalam jaringan mafia korupsi. Saya mendukung Pak Irjenpol Gofur dan Brigjenpol Hilman bersama anggota tim PH lainnya untuk mengusut Kapolres Metro Jakarta Pusat yang terindikasi terlibat dalam dugaan pemerasan oleh Edi Wijaya itu,” terang Wilson Lalengke, 23 Februari 2025 kepada media ini.
Publik terus berharap agar seluruh aparat Kepolisian Republik Indonesia segera membersihkan diri dari perilaku korupsi dan tindak kejahatan lainnya, seperti yang telah diserukan oleh Presiden Prabowo Subianto. “Sekali lagi saya ingatkan, bersihkan dirimu dari segala perilaku korupsi yang dilakukan di masa lalu, jangan lagi kau lakukan hal-hal yang merugikan rakyat,” tegas Presiden Prabowo kepada para pimpinan lembaga negara, termasuk TNI dan Polri beberapa waktu lalu. (TIM/Red)