Indonesia investigasi
Tembilahan, Riau – Kemana dan siapa yang sebenarnya menikmati dana CSR Perusahaan Sambu Group? Sebagai perusahaan terbesar di wilayah ini, Sambu Grup memiliki tanggung jawab besar terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitarnya.
Namun, hingga kini, alokasi dana Corporate Social Responsibility (CSR) mereka masih menjadi misteri.
Rosmely, Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Indragiri Hilir (Inhil), Riau, mengungkapkan keresahannya terhadap transparansi dan implementasi dana CSR Sambu Grup di Tembilahan, Jum’at (3/1/25).
“Selama ini, dana CSR Sambu Group diduga tidak disalurkan pada tempat yang semestinya. Tidak ada keterbukaan informasi yang jelas mengenai kemana dan bagaimana dana tersebut dialokasikan,” ujar Mely dengan nada penuh kekhawatiran.
Keresahan ini semakin mengemuka ketika banjir melanda Kecamatan Kemuning beberapa hari yang lalu. Dalam situasi darurat ini, peran perusahaan besar seperti Sambu Group sangat diharapkan untuk membantu masyarakat yang terdampak.
Sayangnya, hingga kini belum terlihat aksi konkret dari perusahaan tersebut dalam mendukung upaya penanganan maupun pemulihan pascabencana.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang Tidak Terwujud
Tanggung jawab sosial perusahaan diatur dalam Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan bahwa perusahaan yang menjalankan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Tujuan dari CSR adalah memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, khususnya di wilayah operasional perusahaan.
Selain itu, dalam PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, ditegaskan bahwa program CSR harus dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa prinsip ini sering kali tidak terpenuhi.
“Seharusnya dana CSR bisa digunakan untuk meringankan beban masyarakat, terutama saat bencana. Namun, kenyataannya banyak yang merasa tidak mendapat manfaat dari program-program yang dijalankan,” lanjut Rosmely.
Pentingnya Keterbukaan dan Akuntabilitas
Sambu Group, yang memiliki sumber daya besar, harus membuka laporan penggunaan dana CSR secara berkala kepada publik. Langkah ini penting untuk menghilangkan dugaan penyalahgunaan dana dan membangun kepercayaan masyarakat.
Program CSR harus diselaraskan dengan kebutuhan mendesak masyarakat, seperti bantuan logistik, kesehatan, dan perbaikan infrastruktur di daerah terdampak banjir.
Sambu Group seharusnya menjadi pelopor dalam memberikan bantuan kemanusiaan. Ini bukan hanya tanggung jawab sosial, tetapi juga bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang selama ini mendukung keberlangsungan operasional perusahaan.
CSR yang Hanya Menjadi Formalitas?
Tanpa keterbukaan, CSR hanya akan menjadi formalitas dan hanya akan jadi kepentingan beberapa instansi yang terkait. Bahkan, banyak yang menduga dana CSR tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak sampai pada masyarakat yang membutuhkan.
Bencana banjir di Kemuning adalah pengingat bahwa tanggung jawab sosial perusahaan bukan sekadar slogan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Kini, apakah perusahaan Sambu Group akan menunjukkan kepedulian, atau terus membuat masyarakat bertanya-tanya tentang manfaat CSR yang tak kunjung dirasakan?
Hingga berita ini diterbitkan, awak media masih berusaha mengkonfirmasi pihak manajemen Sambu Group dan aparat penegak hukum yang bertugas mengawasi pelaksanaan CSR perusahaan.
Apakah mereka akan membuka diri atau tetap tertutup? Sebuah pertanyaan besar yang menunggu jawaban di tengah keresahan masyarakat tembilahan.*
(TIM/RED)