Indonesia Investigasi
Aceh Tamiang, Aceh – Diduga PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 6 Kebun Lama lokasi Desa Paya Meta diduga langgar amanat Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) merupakan akomodir isi dan butir-butir Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki.
Awal mula masalahnya, disinyalir pihak PTPN I Regional 6 lokasi Desa Paya Meta Kecamatan Karang Baru, Aceh Tamiang itu bongkar paksa kandang lembu atau sapi milik eks narapidana politik (Napol) Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bernama Zulkifli Bin Ismail alias Rakes.
Peternakan lembu eks Napol GAM milik Rakes dan kawan-kawan itu merupakan dampingan Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Kabupaten Aceh Tamiang.
Pembongkaran kandang sapi pemberdayaan ekonomi masyarakat (PEM) sumber anggaran dari Provinsi Aceh itu sedang dalam kondisi tumbuh kembang untuk pengembangan bagi masyarakat sekitar.
Zulkifli Bin Ismail alias Rakes kepada media ini menyesalkan sikap dan perilaku pihak PTPN atas pembongkaran kandang lembu miliknya serta kawan-kawan lainnya merupakan dampingan dan binaan BRA Aceh Tamiang.
“Saya sangat kecewa dengan sikap pihak PTPN I di kawasan ini, padahal saya sudah memohon agar untuk sementara dipertahankan dulu kandang tersebut sambil menunggu realisasi lahan di Tenggulun untuk kami melalui BRA juga,” ujar Rakes, Selasa (19/03/24).
Bahkan, sambung Rakes, ketua BRA Aceh Tamiang, Agussalim juga sudah mohon bantu kepada pihak PTPN I Karang Baru agar menunda pembongkaran kandang sapi pemberdayaan dampingan BRA tersebut, namun pihak PTPN I tersebut tetap tidak mengindahkannya.
“Kami punya bukti dugaan tindakan dan aksi dilakukan pihak PTPN I Regional 6 itu terhadap usaha kami yang seharusnya mereka bina dan bantu, ini malahan ganti rugi terhadap kami pun tidak dipenuhi mereka, hanya janji saja,” ungkap Zulkifli alias Rakes.
Ketua BRA Aceh Tamiang, Agussalim saat dimintai keterangan oleh media ini merasa sangat kecewa dan sesalkan tindakan dan aksi pihak PTPN I dibawah wewenang Kebun Lama terhadap usaha pemberdayaan ekonomi Napol dibawah dampingan BRA tersebut.
“Seharusnya pihak PTPN I jangan merasa mau menang sendiri saja dengan, penting menghargai dan mematuhi Undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) karena mereka jalankan usaha diwilayah hukum Provinsi Aceh meskipun pihak PTPN I badan usaha milik negara (BUMN),” kata Ketua BRA Aceh Tamiang.
Negara Republik Indonesia, sambung Agussalim telah tanda tangan MoU dengan GAM dan rakyat Aceh dimana kandungan MoU itu bagi eks kombatan, eks korban konflik, serta eks tapol dan napol adalah masih dibawah tanggungjawab pemerintah untuk menjamin pemenuhan harkat hidup mereka.
“ini malahan para pihak oknum PTPN I terkesan menzalimi eks Napol dibawah dampingan dan binaan BRA untuk bantu program pemberdayaannya, apa maksud dan tujuan pihak PTPN I kebun Karang Baru itu, diduga jelas-jelas kangkangi UU negara ini,” terang Agussalim.
Ketua BRA Aceh Tamiang menilai, aksi dan tindakan para oknum PTPN I kebun Karang Baru tersebut terkesan ala perilaku Neo Kolonialis alias penjajah bagi rakyat seharusnya sesua UU harus mereka ayomi, bina dan bantu serta mendorong keberhasilannya, apalagi bagi para Napol sebagai amanat MoU Helsinki.
“Hal ini juga bertentangan dengan aturan perizinan hak guna usaha (HGU) sebagai landasan dasar mereka berusaha,” papar Agussalim.
Konfirmasi dengan pihak PTPN I kantor pusat, melalui Humas, dikirim via WhatsApp APU Fauzi, “Setelah kami komunikasi dengan Humas kantor pusat mengenai Kandang lembu saudara Rakes tersebut yang pertama enggak ada surat izin dari perusahaan untuk mendirikan kadang lembu tersebut tidak ada izin dirikan kandang lembu di areal PTP Nusantara 1 regional 6,” ujarnya.
“Kedua PTP Nusantara 1 regional 6 menjalankan undang-undang negara tentang pengamanan aset perusahaan yang di amanah kepada PTP Nusantara 1 regional 6, begitu juga pihak PTPN telah membuat surat untuk pembongkaran sampai dua kali kepada saudara Rakes yang bahwa tanah tersebut mau di tanam ulang (TU),” jelas Fauzi.*
SAP