Jepara, Jawa Tengah – Kasus yang melibatkan M.S, Kepala Desa Lebak, Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, menarik perhatian publik dan media. Kasus ini menekankan pentingnya prinsip praduga tidak bersalah yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Prinsip ini menegaskan bahwa setiap orang yang diduga atau dituduh melakukan pelanggaran atau kejahatan dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah melalui proses hukum yang adil (18/06/2024).
Media memiliki fungsi kontrol sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999. Pers nasional berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Pasal 6 UU tersebut menegaskan bahwa pers harus memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong supremasi hukum, menghormati hak asasi manusia, dan menghormati kebhinekaan. Pers juga bertugas mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, serta melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terkait kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Kasus ini bermula dari upaya awak media yang mencoba mengonfirmasi via telepon/WhatsApp dugaan penyimpangan dalam penggunaan Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2024 untuk pembangunan infrastruktur di Desa Lebak. Bukannya mendapat konfirmasi atau klarifikasi yang diharapkan, wartawan media tersebut justru mengalami intimidasi dan ancaman dari pihak yang bersangkutan. Situasi memanas ketika terjadi insiden penghinaan dan bahkan dugaan peludahan, serta ucapan kasar terhadap wartawan bernama Badi yang sedang meliput acara pengukuhan penerimaan SK 184 Kepala Desa se-Kabupaten Jepara pada 29 Mei 2024 di Pendopo Kabupaten Jepara.
M.S dan penasihat hukumnya, jika merasa dirugikan dan dicemarkan, berhak menggunakan prinsip hak jawab dan hak koreksi sesuai Pasal 1 ayat (10) dan (11) Undang-Undang RI No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Menyikapi hal ini, Pj. Bupati atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara segera mengambil tindakan dengan memediasi kedua belah pihak yang berseteru, yaitu Badi (wartawan) dan M.S (Kepala Desa Lebak). Langkah mediasi ini bertujuan untuk menyelesaikan konflik secara damai dan memastikan bahwa kedua pihak dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat.
“Pemerintah Kabupaten Jepara berharap mediasi ini dapat membawa penyelesaian yang adil dan damai bagi semua pihak. Upaya ini penting untuk menjaga kondusifitas, keharmonisan, dan mencegah ketegangan lebih lanjut di masyarakat,” ujar Pj. Bupati Edy Supriyanta.
Sementara H. Noorkhan, selaku perwakilan tiga belas penasihat hukum Badi, mengatakan bahwa kondusifitas Jepara tetap terjaga. Selain itu, penting untuk menegakkan hak-hak wartawan sesuai dengan undang-undang yang berlaku, mengingat tugas mereka dalam mencari dan menyampaikan informasi yang benar dan objektif kepada publik. Kejadian ini menekankan perlunya peningkatan pemahaman dan kesadaran akan hak-hak pers serta pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Desa perlu diaktifkan sesuai amanat Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dengan demikian, diharapkan penyelesaian kasus ini dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dan meningkatkan hubungan baik antara pemerintah daerah, media, dan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Jepara berkomitmen untuk terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan bahwa semua proses berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku.
(TIM/LMIJ/Red)