Indonesia Investigasi
ACEH UTARA – Aktivitas pencarian benda bersejarah menggunakan metal detektor kian marak terjadi di sejumlah kecamatan di Aceh Utara, terutama di Kecamatan Samudera, Seperti Gampong Matang Ulim. Berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, dalam satu bulan terakhir nilai jual koin-koin kuno yang ditemukan mencapai lebih dari Rp100 juta.(24/8/25).
Praktik ini bukan hanya berlangsung di kawasan Samudera, melainkan juga merambah ke Kecamatan Meurah Mulia yang Bahkan sebelumnya pernah terjadi di Gampong Baree Blang dusun Leubok Kliet, Kecamatan Meurah Mulia, yang sudah sempat mendapat teguran. Namun kini aktivitas tersebut kembali muncul dan semakin terbuka dilakukan.
Tak hanya itu, di Kecamatan Kuta Makmur pun praktik penggunaan metal detektor masih rutin dilakukan hingga saat ini. Kondisi ini menimbulkan keprihatinan masyarakat, mengingat benda-benda yang ditemukan diduga kuat merupakan bagian dari peninggalan sejarah dan cagar budaya yang seharusnya dilestarikan, bukan diperjualbelikan keluar negeri.
Warga setempat menyebutkan, para pelaku kerap mengatasnamakan lembaga tertentu untuk melancarkan aksinya, mulai dari mengaku berasal dari pihak pemerintah, museum, hingga mengatasnamakan LSM CISAH ataupun MAPESA. Hal ini dinilai meresahkan dan berpotensi merusak nama baik lembaga resmi yang bergerak di bidang pelestarian sejarah.
Masyarakat meminta adanya perhatian serius dari pihak berwenang, khususnya pemerintah provinsi Aceh untuk segera menindaklanjuti fenomena ini.
“Kami berharap teguran juga datang dari tingkat pihak keamanan melakukan pengawasan lebih ketat. Jangan sampai warisan sejarah kita habis tergerus karena praktik pencarian ilegal ini,” ujar salah seorang tokoh masyarakat yang enggan namanya disebutkan.
Jika dibiarkan tanpa pengawasan ketat, aktivitas pencarian menggunakan metal detektor dikhawatirkan akan semakin merajalela dan berdampak buruk terhadap kelestarian situs sejarah Samudra Pasai yang memiliki nilai penting bagi peradaban Nusantara.
Sementara Rasyidin Hs dari LSM CISAH menilai, aktivitas metal detektor yang dilakukan tanpa izin dan prosedur resmi sama dengan bentuk penjarahan warisan sejarah bangsa. “Kami sudah berulang kali menyuarakan bahaya praktik ini, tapi seolah tidak digubris oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mereka merusak situs sejarah, menghilangkan jejak peradaban, dan memperdagangkan peninggalan yang seharusnya dilestarikan,” tegas Pang Rasyidin, sapaan akrabnya.
Yang lebih disesalkan, para pelaku kerap mengatasnamakan lembaga resmi seperti pemerintah, Museum, bahkan membawa nama CISAH dan MAPESA untuk melancarkan aksinya.
Kami dari CISAH dengan tegas membantah hal tersebut dan meminta aparat menindak siapa pun yang mencatut nama lembaga demi keuntungan pribadi.
“Ini jelas tindakan yang memalukan dan merusak nama baik lembaga pelestarian sejarah. Kami mendesak pemerintah provinsi untuk turun tangan, jangan hanya diam, Aparat penegak hukum di tingkat kabupaten juga harus melakukan pengawasan lebih ketat. Jika tidak ada tindakan nyata, maka peninggalan Samudra Pasai hanya akan tinggal cerita, habis dijarah oleh tangan-tangan yang rakus,” tegas Rasyidin dalam pernyataannya.
Hal senada juga disampaikan oleh kepala Museum Islam Samudra Pasai, Muhibudin,S.Pd., SD., kami sangat menyayangkan praktik ini, dan kami menegaskan berkomitmen untuk terus mengawal isu ini dan menyerukan agar masyarakat tidak terjebak dalam praktik ilegal yang merusak nilai sejarah. Warisan Samudra Pasai, sebagai salah satu pusat peradaban Islam di Asia Tenggara, menurutnya ini adalah amanah besar yang harus dijaga, bukan diperjualbelikan.
Abel pasai