Pinjol Ilegal Berpotensi Terancam Denda Rp 1 Triliun dan Penjara 10 Tahun

Indonesiainvestigasi.com

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa perkara pinjol ilegal tidak hanya berada dalam ranah pidana umum, tetapi juga telah dimasukkan ke dalam delik khusus berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) Nomor 4 Tahun 2023. Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, menyampaikan bahwa pelaku pinjol ilegal dan pelaku jasa keuangan yang merugikan konsumen dengan sengaja bisa terancam hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar hingga Rp 1 triliun. OJK berharap peraturan ini dapat memberikan efek jera bagi pelaku pinjol ilegal.

“Perlu juga kami sampaikan, (pinjol) dulu masuk pidana umum sekarang lewat UU P2SK ada delik khusus. (Jadi) sekarang lagi konsolidasi dengan 16 (K/L Anggota) satgas, semoga bisa bikin efek kapok,” ujar Friderica di Jakarta, Selasa (12/12/2023).

Ketua Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti), Sarjito, menyatakan harapannya agar delik khusus dapat mencegah pinjol yang sudah diblokir untuk tidak muncul kembali. Meskipun demikian, ia menekankan bahwa aktivitas pinjol ilegal masih terus tumbuh bukan karena kurangnya literasi keuangan masyarakat.

Bacaan Lainnya

Sarjito menyebut satu kasus di mana seorang pengguna dapat mengajukan pinjaman ke 40 pinjol ilegal dalam satu hari. Ia menyoroti bahwa pinjol ilegal tidak memiliki basis data terintegrasi seperti Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK atau pusat data fintech lending (pusdafil) pinjol legal.

“Hal ini dimungkinkan karena pinjol ilegal tidak memiliki basis data terintegrasi seperti SLIK OJK atau pusdafil pinjol legal,” ujar Sarjito.

Satgas Pasti telah berhasil menghentikan atau memblokir 1.623 pinjol ilegal hingga November 2023. Meskipun demikian, OJK mengungkapkan bahwa pinjol ilegal tetap muncul karena permintaan masyarakat terhadapnya masih tinggi.

“Pinjol muncul karena ada kebutuhan dan gampang, kalau legal kan butuh pengecekan. Kalau ilegal, kan, baru di WhatsApp saja sudah dikasih nomor rekening. Masyarakat kebanyakan cari yang gampang,” jelas Friderica.

Sebaliknya, pinjol ilegal terkesan lebih mudah diakses oleh masyarakat, di mana pengguna hanya perlu mengirimkan KTP dan informasi lain sebelum mendapatkan pinjaman melalui aplikasi pengiriman pesan.

“Masyarakat harus terus didik dan diedukasi untuk tidak menggunakan pinjol ilegal,” tambahnya.

(Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *