Pihak PT. Bumi Mineral Sulawesi (BMS) membeli tanah dari orang asing, masyarakat desa Bukit Harapan dan Desa Karang-karang Protes

Indonesiainvestigasi.com

Bua, Sulawesi Selatan – PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS), sebuah anak usaha dari Kalla Group, kini sedang membangun smelter nikel di Sulawesi Selatan. Smelter tersebut merupakan yang pertama paling ramah lingkungan di Indonesia. Smelter nikel ini dibangun di atas lahan seluas 200 hektar, berada di Desa Karang-karangan dan Desa Bukit Harapan, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.

Yang katanya Proses pembangunan smelter nikel ini pun dilaksanakan tanpa menggusur penduduk setempat, dan pembebasan lahan terlaksana tanpa hambatan sejak tahun 2016 lalu. PT BMS memproyeksikan smelter ini rampung pada Juli 2024 mendatang. Smelter nikel di Sulawesi Selatan oleh PT BMS merupakan proyek smelter nikel yang sangat ambisius dan merefleksikan visi perusahaan yang ramah lingkungan.

Tapi kenyataannya Segelintir masalah persoalan Lahan batas Drs. Irham(alm), tabase, Muliadi dan Anton ada hampir Tujuh (7) ha yang ada di desa Bukit Harapan, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan sudah dikuasai oleh PT. Bumi Mineral Sulawesi (BMS) tanpa diketahui oleh warga, sudah di beli dari Mr. Shin Young Ju pengusaha warga negara Korea Selatan (PT. Seven Energi Indonesia), Selasa, 5/12/2023 saat media ini menemui kepala desa Bukit Harapan (Rudiat).

Bacaan Lainnya

“Selaku pemerintah setempat mengatakan bahwa Pengelolaan tanah masyarakat tersebut tidak diketahuinya,” tegasnya.

Selanjutnya ada juga lahan warga Simon Tandiarruan, Tablik, Irwanto, dan Arifin juga bermasalah dengan PT. Bumi Mineral Sulawesi (BMS) ditunggu-tunggu untuk mencapai kesepakatan. Setelah mengajukan permintaan ke BMS untuk menunda penimbunan lahan, Simon siap untuk mengajukan permohonan pengembalian tapal batas ke ATR/BPN Kabupaten Luwu setelah persetujuan dari BMS.

Tokoh masyarakat Sainudin dan Hidayat juga menyatakan bahwa memberikan informasi mengenai sikap yang akan diambil jika pengembalian tapal batas berhasil dilakukan. Menurutnya, “harga lahan yang ditawarkan oleh BMS akan bergantung pada patokan harga lahan di wilayah tersebut,” tegasnya.

Selanjutnya ditemui bersama warga, Rudi Sinaba SH, MH selaku penasehat hukum warga mengatakan penguasaan lahan oleh PT. BMS tersebut tidak sah dan melawan hukum karena melalui proses jual beli dibawah tangan dengan Mr. Shin Young Ju adalah seorang warga negara asing atau perusahaan modal asing yang dimilikinya PT. Seven Energi.

Padahal HM. Jusuf Kalla dalam kunjungannya ke PT BMS belum lama ini menegaskan bahwa perusahaan tidak akan merugikan warga dan siap memberikan ganti rugi jika ada warga yang membuktikan adanya penyerobotan atau penggusuran lahan milik mereka.

Diakhir artikel, JK menyatakan penentuan lokasi smelter di Bua bertujuan untuk memberikan pemerataan pembangunan di Sulawesi Selatan, salah satunya di Tana Luwu. JK menegaskan bahwa PT BMS dibangun oleh pribumi dan mempekerjakan 70 persen masyarakat sekitar pabrik sebagai salah satu cara untuk memberdayakan masyarakat setempat hanyalah isapan jempol belaka.

Smelter nikel di Sulawesi Selatan ini menggunakan sumber energi terbarukan hydropower. Selain itu, PT BMS memasok listrik-nya dari PLTA Malea Tana Toraja, yang juga di bawah naungan Kalla Group. Smelter ini dibangun oleh 100% tenaga kerja dalam negeri.

Padahal niat yang baik dari Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sangat bangga dengan smelter nikel ini dan menyatakan bahwa smelter tersebut adalah satunya yang paling mengutamakan green energy di Indonesia. Antaranya dengan tidak adanya cerobong asap, seperti pada smelter lainnya.

(Sarifuddin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *