Semarang, Jawa Tengah – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan status penyehatan bagi Bank Jepara Artha (BJA), mengakibatkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara membentuk Tim Penyehatan untuk mengatasi kondisi tersebut. Pengumuman ini disampaikan oleh Penjabat Bupati Jepara, Edy Supriyanta, dalam konferensi pers di Gama Candi Resto, BSB Semarang, pada Minggu (24/12/2023).
“OJK menetapkan BJA sebagai bank dalam penyehatan pada 13 Desember 2023. Oleh karena itu, Pemkab membentuk tim penyehatan BPR Bank Jepara Artha,” ungkap Edy.
Tim penyehatan ini, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Bupati Jepara Nomor 580.1.2/302 tahun 2023, dipimpin oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Jepara, Herry Yulianto. Fokus utama tim adalah membantu memulihkan kondisi bank tersebut.
“Kami mengimbau masyarakat Jepara dan sekitarnya yang memiliki tabungan atau deposito di Bank Jepara Artha untuk tetap tenang. Nasabah tidak perlu panik dan tidak perlu terpengaruh oleh isu-isu di luar sana,” tambahnya.
Edy juga menekankan agar masyarakat tidak melakukan penarikan dana secara berlebihan, mengingat simpanan nasabah BJA sudah dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Semoga tim penyehatan dapat membantu Bank Jepara Artha untuk pulih kembali dan melayani warga Jepara dengan baik,” ujarnya.
Saat ini, tim penyehatan telah memulai inventarisasi dan mencari solusi yang tepat untuk menangani permasalahan yang dihadapi oleh BJA.
Terkait isu dana ilegal yang disalurkan BJA ke 27 debitur senilai Rp102 miliar, termasuk ke Koperasi Garudayaksa, Edy menyatakan bahwa pihak Pemkab Jepara tidak memiliki informasi mengenai Garudayaksa.
“Kami tidak mengetahui tentang Garudayaksa. Yang kami tahu, Jepara Artha sedang dalam proses penyehatan sesuai arahan OJK,” tegas Edy.
Kepala OJK Provinsi Jawa Tengah, Sumarjono, menekankan agar nasabah BJA tetap tenang dan memberikan waktu kepada manajemen bank untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Simpanan masyarakat di BPR dijamin oleh LPS hingga Rp2 miliar per nasabah. Syaratnya, nasabah tidak melakukan tindakan merugikan bank, dana simpanan tercatat di bank, dan tingkat suku bunga tidak melebihi suku bunga penjaminan LPS,” jelas Sumarjono.
Tentang status BJA sebagai Bank dalam Penyembuhan, dia menjelaskan bahwa rasio kecukupan permodalan dan likuiditas berada di bawah ketentuan minimum, dan/atau kondisi tingkat kesehatan bank tidak baik.
“Pada kondisi tersebut, pengurus dan pemegang saham diminta menyusun dan melaksanakan action plan untuk memperbaiki kinerja bank,” tambahnya.
(Red)