Disusun Oleh: Muhammad Ramadhanur Halim, S.HI,
Indonesia Investigasi
Ramadhan adalah momentum istimewa yang memberikan peluang bagi Pemerintah Aceh untuk melaksanakan program-program berbasis nilai spiritual dan dampak sosial. Selama ini, program Ramadhan seperti Safari Ramadhan, pengajian umum, dan santunan sosial telah menjadi langkah positif. Namun, realisasi program ini sering kali belum sepenuhnya efektif, baik dari segi eksekusi maupun jangkauan manfaatnya. Ada kebutuhan mendesak untuk mengevaluasi dan mengoptimalkan program-program ini agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Safari Ramadhan yang diadakan pemerintah menjadi salah satu contoh upaya mempererat silaturahmi dengan masyarakat. Namun, safari ini sering kali bersifat seremonial dan kurang menyentuh isu-isu krusial di masyarakat. Evaluasinya adalah bagaimana kegiatan ini dapat dikemas lebih inklusif, misalnya dengan mengundang diskusi langsung bersama masyarakat tentang persoalan yang mereka hadapi, seperti akses pendidikan dan kebutuhan dasar selama Ramadhan. Selain itu, hasil dari safari ini harus diterjemahkan menjadi kebijakan nyata yang dirasakan dampaknya.
Program bantuan sosial seperti pemberian zakat fitrah, santunan kepada anak yatim, dan pembagian sembako juga sudah berjalan, tetapi distribusinya sering kali menemui kendala. Keterbatasan koordinasi menyebabkan bantuan tidak tepat sasaran. Solusinya adalah dengan membangun database yang akurat untuk memastikan bahwa bantuan menjangkau kelompok yang benar-benar membutuhkan. Pemerintah juga dapat memanfaatkan teknologi untuk transparansi, seperti aplikasi pelaporan distribusi zakat atau bantuan.
Di sisi lain, upaya Pemerintah Aceh dalam stabilisasi harga kebutuhan pokok selama Ramadhan sering kali masih diwarnai keluhan masyarakat tentang melonjaknya harga. Pasar murah yang diadakan memang membantu, tetapi perlu diperluas ke gampong-gampong terpencil. Operasi pasar juga harus lebih terjadwal, dengan harga yang benar-benar bersubsidi agar meringankan beban masyarakat, terutama kalangan bawah.
Bersamaan dengan itu, program wakaf dan literasi Islam belum mendapat perhatian besar, padahal potensinya signifikan untuk memperkaya dimensi spiritual Ramadhan. Pemerintah dapat menggagas gerakan wakaf Al-Qur’an yang lebih masif atau mendukung penerbitan buku-buku Islami yang edukatif bagi pesantren dan perpustakaan daerah. Langkah ini akan memberikan dampak jangka panjang dalam memperkuat nilai-nilai keislaman.
Pariwisata Ramadhan juga belum tergarap maksimal. Aceh, dengan identitas syariahnya, memiliki potensi besar untuk menciptakan wisata religi yang menarik. Misalnya, festival Ramadan yang menggabungkan budaya Islami, bazar UMKM, dan seni Islami dapat menjadi daya tarik, sekaligus mendukung pelaku usaha lokal. Promosi wisata ini juga dapat membantu memperkuat citra Aceh sebagai destinasi unggulan berbasis syariat Islam.
Evaluasi secara keseluruhan menunjukkan bahwa program Ramadhan di Aceh perlu diarahkan pada keselarasan antara aktivitas spiritual, sosial, dan ekonomi. Pemerintah Aceh harus memastikan bahwa program-program tersebut lebih terencana, terukur, dan berdampak langsung kepada masyarakat. Dengan optimalisasi ini, Ramadhan dapat menjadi momentum untuk membangun Aceh yang tidak hanya menekankan pada aspek religius semata, tetapi juga menekankan pada aspek keadilan, kesejahteraan masyarakat dan berdaya saing secara perekonomian.
Dahrul