Minimnya Anggaran, Aceh Utara Nyaris Gagal Kirim Utusan ke Sertifikasi Ahli Cagar Budaya 2025, Anggaran Hanya Rp5 Juta Tak Tersedia

 

Indonesia Investigasi 

 

ACEH UTARA – Sebuah ironi besar kembali terjadi di sektor pelestarian budaya Aceh Utara. Kabupaten yang selama ini dikenal sebagai pusat peradaban Islam tertua di Asia Tenggara, bahkan memiliki tinggalan situs Cagar Budaya Samudra Pasai terbanyak di dunia—justru nyaris gagal mengirimkan satu pun perwakilan untuk mengikuti Sertifikasi Kompetensi Ahli Cagar Budaya Tahun 2025 yang dilaksanakan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia pada 21–24 November 2025 di Jakarta dikarena tidak tersedianya anggaran sebesar Rp. 5.000.000,00- (lima juta rupiah).

Bacaan Lainnya

 

Padahal, kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Bina Sumber Daya Manusia, Lembaga, dan Pranata Kebudayaan, bekerja sama dengan LSP P2 Kebudayaan, merupakan agenda nasional penting untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam perlindungan dan pengelolaan cagar budaya.

 

Namun, Aceh Utara nyaris absen dari kegiatan prestisius tersebut hanya karena satu alasan klasik: tidak ada anggaran sekitar Rp5.000.000 untuk biaya perjalanan dinas peserta dari daerah ke lokasi kegiatan.

 

Piet Rusdi, S.Sos Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah 1 (BPK-W) Aceh menyebutkan bahwa biaya sertifikasi, akomodasi, dan konsumsi selama kegiatan sebenarnya telah difasilitasi penuh oleh Kementerian Kebudayaan. Daerah hanya perlu menanggung biaya perjalanan pergi-pulang dan uang harian peserta.

 

Keputusan ini memunculkan kekecewaan mendalam dari para pemerhati sejarah dan budaya. Diantaranya Saiful Azhar menilai ketidak tersediaannya anggaran adalah bentuk kelalaian serius, mengingat Aceh Utara memegang identitas sejarah besar sebagai kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara, dengan ratusan situs berstatus cagar budaya yang seharusnya ditangani oleh tenaga ahli bersertifikat.

Hingga sebuah LSM yang selama ini konsen terhadap sejarah dan kebudayaan merasa terpanggil untuk menanggung secara swadaya biaya kebutuhan perjalanan tersebut sebesar lima juta rupiah.

 

“kondisi Ini seharusnya menjadi prioritas pemerintah Aceh Utara, Bagaimana mungkin daerah yang memegang warisan peradaban dunia terbesar justru tidak mampu menyediakan dana lima juta untuk penguatan SDM pelestarian budaya?, dan ini.sama sekali tidak selaras dengan selogan Aceh Utara Bangkit” ujar Saiful.

 

Kegiatan sertifikasi ini memiliki batas konfirmasi peserta hingga 19 November 2025 pukul 12.00 WIB.

Hingga Zulfikar utusan dari CISAH pun diberangkatkan, dengan surat tugas dari kepala dinas Pendidikan dan kebudayaan Aceh Utara, dengan biaya swadaya lembaga.

 

Kondisi ini dinilai sangat disayangkan dan sekaligus memperlihatkan lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam menjaga warisan sejarah yang menjadi identitas dan kebanggaan Aceh Utara di tingkat nasional maupun internasional.

 

Para pelaku budaya berharap kejadian ini menjadi evaluasi penting bagi pemerintah daerah agar perencanaan anggaran sektor kebudayaan tidak lagi dianggap sepele, menyusul terus meningkatnya ancaman kerusakan, alih fungsi, dan kelalaian pengelolaan situs bersejarah di Bumi Pasai.(*)

 

Abel Pasai

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *