Mengawal Instruksi Gubernur Aceh 2025: Sinergi Lembaga untuk Efektivitas dan Keberlanjutan 

Disusun Oleh: Muhammad Ramadhanur Halim, S.HI,

 

Indonesia Investigasi 

Instruksi Gubernur Aceh Nomor 1 Tahun 2025 adalah langkah strategis untuk memperkuat nilai-nilai keislaman di Aceh, mencakup kewajiban shalat berjamaah, pengajian di sekolah, dan gerakan wakaf produktif. Namun, keberhasilan kebijakan ini tidak hanya bergantung pada isi instruksinya, tetapi juga pada bagaimana pengawalan dan pengawasannya dilakukan. Tanpa mekanisme yang efektif, kebijakan ini berisiko menjadi sekadar formalitas tanpa dampak nyata.

Bacaan Lainnya

 

Pengawalan instruksi ini memerlukan sinergi antara berbagai dinas dan lembaga terkait. Dinas Syariat Islam, misalnya, dapat menjadi ujung tombak dalam memastikan pelaksanaan kewajiban shalat berjamaah. Mereka dapat bekerja sama dengan masjid-masjid dan meunasah untuk memantau pelaksanaan shalat, sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya ibadah berjamaah. Namun, pendekatan yang digunakan harus persuasif dan humanis, bukan bersifat memaksa, agar masyarakat merasa terlibat secara sukarela.

 

Untuk pengajian di sekolah, Dinas Pendidikan Aceh memiliki peran sentral. Mereka perlu memastikan bahwa program pengajian Al-Qur’an selama 15 menit sebelum belajar tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi juga memberikan dampak positif pada pembentukan karakter siswa. Pelatihan bagi guru dan tenaga pendidik sangat penting agar mereka mampu menyampaikan pengajian dengan cara yang menarik dan relevan. Selain itu, evaluasi berkala harus dilakukan untuk menilai efektivitas program ini.

 

Gerakan wakaf produktif, di sisi lain, memerlukan pengawasan yang lebih kompleks. Badan Wakaf Aceh dapat bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong untuk memastikan bahwa wakaf yang terkumpul dikelola secara transparan dan profesional. Penggunaan teknologi, seperti aplikasi pelaporan wakaf, dapat membantu meningkatkan akuntabilitas dan memudahkan masyarakat untuk berpartisipasi. Selain itu, pelatihan bagi pengelola wakaf di tingkat gampong dapat memastikan bahwa hasil wakaf benar-benar memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.

 

Pengawasan juga harus melibatkan lembaga independen untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas. Misalnya, Ombudsman Aceh dapat dilibatkan untuk menerima laporan masyarakat terkait pelaksanaan instruksi ini. Dengan adanya pengawasan eksternal, pemerintah dapat memastikan bahwa kebijakan ini berjalan sesuai dengan tujuan awalnya tanpa penyimpangan.

 

Selain itu, partisipasi masyarakat adalah kunci keberhasilan pengawalan kebijakan ini. Pemerintah dapat membentuk forum diskusi atau kelompok kerja di tingkat gampong untuk mendengar masukan dan aspirasi masyarakat. Dengan melibatkan masyarakat secara aktif, kebijakan ini tidak hanya menjadi instruksi dari atas, tetapi juga menjadi gerakan bersama yang didukung oleh semua pihak.

 

Evaluasi berkala adalah elemen penting lainnya. Pemerintah perlu menetapkan indikator keberhasilan yang terukur untuk setiap program dalam instruksi ini. Misalnya, tingkat partisipasi masyarakat dalam shalat berjamaah, jumlah siswa yang terlibat dalam pengajian, atau jumlah wakaf produktif yang berhasil dikelola. Data ini harus dipublikasikan secara transparan agar masyarakat dapat melihat perkembangan dan dampak dari kebijakan ini.

 

Dengan sinergi antara dinas, lembaga independen, dan masyarakat, Instruksi Gubernur Aceh Nomor 1 Tahun 2025 dapat menjadi kebijakan yang tidak hanya efektif, tetapi juga berkelanjutan. Pengawalan yang terukur dan transparan akan memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Aceh, sekaligus memperkuat identitas Aceh sebagai wilayah yang menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman.

Zahrul

Pos terkait