Meneladani Rasulullah dalam Menyikapi Situasi: Refleksi Maulid dan 17+8 Tuntutan Rakyat

 

Disusun Oleh: Muhammad Ramadhanur Halim, S.H,I.,

 

Indonesiainvestigasi.com

Bacaan Lainnya

 

MAULID NABI Muhammad SAW tahun ini jatuh pada Jumat, 5 September 2025, bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1447 H. Di tengah peringatan kelahiran manusia paling mulia, umat Islam diajak untuk merenungi bukan hanya sejarah kenabian, tetapi juga realitas sosial yang sedang berlangsung. Di saat shalawat menggema di masjid-masjid, suara rakyat pun menggema di jalanan dan media sosial, membawa 17+8 tuntutan yang menyuarakan keadilan, transparansi, dan empati.

 

Peringatan Maulid bukan sekadar ritual tahunan. Ia adalah momentum spiritual yang mengingatkan kita akan misi kenabian: menyempurnakan akhlak, menegakkan keadilan, dan membela yang lemah. Maka, ketika rakyat menuntut agar aparat berhenti melakukan kekerasan, itu bukan sekadar tuntutan politik, itu adalah seruan moral yang sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW.

 

Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai pemimpin yang mendengar keluhan umatnya. Beliau tidak bersembunyi di balik tembok kekuasaan, melainkan hadir di tengah masyarakat. Ketika rakyat hari ini menuntut agar DPR lebih transparan dan tidak hidup dalam kemewahan, mereka sebenarnya sedang meminta para pemimpin untuk meneladani gaya hidup Nabi yang sederhana dan penuh tanggung jawab.

 

Tuntutan untuk membebaskan demonstran yang ditahan tanpa proses hukum yang adil mengingatkan kita pada prinsip keadilan dalam Islam. Rasulullah SAW tidak pernah menghukum tanpa bukti, dan selalu memberi ruang bagi pembelaan. Maka, tuntutan ini bukan hanya soal hukum, tetapi soal menegakkan nilai-nilai profetik dalam sistem peradilan kita.

 

Dalam sejarahnya, Nabi Muhammad SAW menolak segala bentuk penindasan. Beliau membela budak, perempuan, anak yatim, dan kaum miskin. Ketika rakyat hari ini menuntut upah layak bagi buruh, guru, dan tenaga kesehatan, mereka sedang menghidupkan semangat kenabian yang berpihak pada yang tertindas.

 

Tuntutan agar TNI kembali ke barak dan tidak masuk ke ruang sipil adalah refleksi dari prinsip pemisahan fungsi dalam negara yang sehat. Rasulullah SAW membangun masyarakat Madinah dengan prinsip musyawarah dan partisipasi, bukan dengan kekuatan militer. Maka, tuntutan ini adalah upaya untuk menjaga marwah demokrasi dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

 

Reformasi partai politik dan DPR yang diusulkan dalam tuntutan jangka panjang adalah bentuk ikhtiar untuk memperbaiki sistem representasi. Dalam Piagam Madinah, Nabi Muhammad SAW membangun sistem pemerintahan yang inklusif dan berbasis kesepakatan. Rakyat hari ini ingin kembali ke semangat itu, dimana wakil rakyat benar-benar mewakili, bukan hanya mengamankan kepentingan kelompok.

 

Tuntutan untuk reformasi perpajakan agar lebih adil juga memiliki akar dalam sejarah Islam. Rasulullah SAW mengatur zakat dan distribusi harta dengan prinsip keadilan sosial. Ketika sistem pajak hari ini lebih menguntungkan korporasi besar daripada rakyat kecil, maka reformasi adalah keniscayaan untuk mengembalikan fungsi negara sebagai pelayan publik.

 

Peringatan Maulid juga mengingatkan kita akan pentingnya empati. Rasulullah SAW dikenal sebagai pribadi yang menangis ketika melihat penderitaan umatnya. Maka, tuntutan rakyat agar kebijakan publik dilandasi empati bukanlah hal baru, melainkan warisan langsung dari akhlak kenabian.

 

Dalam konteks Aceh, refleksi ini menjadi semakin relevan. Sebagai daerah yang pernah mengalami konflik dan kini menjalankan syariat Islam, tuntutan rakyat tentang keadilan, transparansi, dan perlindungan sosial adalah bagian dari amanah sejarah. Maulid Nabi di Aceh bukan hanya perayaan, tetapi juga pengingat bahwa Islam harus hadir dalam kebijakan, bukan hanya dalam simbol.

 

Ketika rakyat menuntut agar aparat yang melakukan kekerasan dihukum secara transparan, mereka sedang menuntut akuntabilitas. Dalam Islam, pemimpin adalah pelayan, dan setiap tindakan harus bisa dipertanggungjawabkan. Maka, tuntutan ini adalah panggilan untuk kembali pada etika kepemimpinan yang diajarkan Nabi.

 

Tuntutan untuk membuka ruang dialog antara DPR dan masyarakat adalah bentuk partisipasi politik yang sehat. Rasulullah SAW selalu bermusyawarah, bahkan dengan anak muda dan perempuan. Maka, tuntutan ini adalah upaya untuk menghidupkan kembali semangat deliberatif dalam demokrasi kita.

 

Reformasi sistem ketenagakerjaan yang diusulkan dalam tuntutan jangka panjang juga sejalan dengan prinsip Islam tentang hak pekerja. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Berikanlah upah sebelum keringatnya kering.” Maka, sistem kerja yang eksploitatif harus diubah agar lebih manusiawi dan adil.

 

Tuntutan rakyat bukanlah bentuk anarkisme, melainkan ekspresi cinta terhadap negeri. Dalam peringatan Maulid, kita diajak untuk mencintai Rasulullah SAW. Tapi cinta itu tidak cukup jika tidak diwujudkan dalam tindakan nyata: memperjuangkan keadilan, menolak penindasan, dan membela yang lemah.

 

Maulid Nabi tahun ini menjadi sangat bermakna karena bertepatan dengan gelombang tuntutan rakyat yang menyuarakan nilai-nilai “profetik”. Ini adalah momen untuk menyatukan spiritualitas dan aktivisme, ibadah dan advokasi, zikir dan aksi.

 

Jika para pemimpin benar-benar ingin meneladani Nabi, maka mereka harus mendengar suara rakyat. Mereka harus membuka ruang dialog, memperbaiki sistem, dan menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab. Karena dalam Islam, kekuasaan bukan hak, tapi amanah.

 

Maulid Nabi bukan hanya tentang mengenang kelahiran, tetapi tentang menghidupkan ajaran. Dan ajaran itu hari ini sedang disuarakan oleh rakyat dalam bentuk 17+8 tuntutan. Maka, mendengar dan merespons tuntutan itu adalah bagian dari cinta kepada Rasulullah SAW.

 

Di tengah krisis kepercayaan, Maulid Nabi menjadi cahaya. Ia mengingatkan kita bahwa perubahan itu mungkin, bahwa keadilan itu bisa ditegakkan, dan bahwa negara bisa kembali berpihak pada rakyat. Asalkan kita mau meneladani Nabi, bukan hanya dalam kata, tapi dalam kebijakan.

 

Dan jika tuntutan rakyat dijawab dengan empati, bukan represi, maka Maulid tahun ini akan menjadi titik balik. Dari peringatan menjadi perubahan. Dari nostalgia menjadi aksi. Dari cinta menjadi keadilan.

 

Selamat Maulid Nabi Muhammad SAW. Semoga cahaya beliau menerangi jalan kita menuju negeri yang adil, transparan, dan penuh empati. Rahmatan lil ‘alamin, bukan hanya dalam doa, tapi dalam kebijakan nyata.

 

Nurhalim,

Pos terkait