Jakarta – Mata uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC) secara perlahan akan menggantikan uang kertas dan logam konvensional. Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung.
“CBDC akan secara bertahap menggantikan fiat money, namun tentunya secara bertahap dan hybrid, akan menjadi pengganti dari uang kertas dan logam,” ujar Juda di The Ritz Carlton, Jakarta, pada Kamis, 29 Februari 2024.
Juda menjelaskan bahwa Bank Indonesia (BI) saat ini masih dalam proses penelaahan terkait implementasi mata uang digital ini. Dia mengatakan bahwa progresnya masih dalam tahap piloting dan konseptual desain. “CBDC kita terus melakukan uji coba (piloting) dan saat ini sedang dalam proses konseptual desain dengan menggunakan simulasi-simulasi dari sisi internal BI,” terangnya.
Lebih lanjut, Juda menyatakan bahwa BI akan terus memantau perkembangan uang digital secara global. “Kita akan melihat contoh implementasi seperti di China dan Swedia, dan kemudian mengadaptasinya sesuai dengan konteks dan kebutuhan domestik,” tambahnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan bahwa BI masih melakukan penelitian mendalam terkait konsep rupiah digital setelah menerima masukan dari industri.
“Pada akhir Juli kemarin, BI menerima masukan dari industri terkait pengembangan rupiah digital, dan kami sedang menggodoknya,” ujar Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Rabu, 2 Agustus 2023.
Menurutnya, pengembangan rupiah digital didasarkan pada tiga pertimbangan utama. Pertama, kesiapan industri dalam hal teknologi, bahasa komunikasi, dan dampaknya terhadap kesiapan inti. Kedua, kesesuaian pengembangan rupiah digital dengan teknologi digital global, karena pengguna CBDC akan bersifat lintas negara.
“Kami juga berkoordinasi dan berdiskusi dengan lembaga internasional seperti Bank for International Settlements (BIS), karena di sana sedang berkembang teknologi digital untuk CBDC,” jelasnya.
(Red)