Indonesia Investigasi
Tembilahan, Indragiri Hilir – Dugaan praktek pungutan liar alias pungli di SMP Negeri 1 Tembilahan Hulu pada PPDB 2024-2025 menjadi trending topic di tengah masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir hari-hari ini. Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) yang juga adalah mantan Guru Pendidikan Moral Pancasila dan Kewarganegaraan (PMP-Kn) di SMP Negeri Sapat, Kuala Indragiri, Kabupaten Indragiri Hilir, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, mengatakan sangat prihatin atas perilaku koruptif dalam bentuk pungutan liar yang dilakukan pihak SMPN 1 Tembilahan Hulu tersebut yang seharusnya menjadi teladan bagi sekolah-sekolah lain di wilayah berjuluk Kabupaten Seribu Parit ini.
“Sebagai seorang guru di daerah Indragiri Hilir periode 1990-1993, mengajar bidang studi PMP-Kn di SMP Negeri Sapat, saya merasa sangat prihatin dan sedih bercampur kecewa mengetahui ada kepala sekolah yang berperilaku tidak selayaknya sebagai pendidik. Sifat tamak dan hedonis seharusnya jangan jadi bagian dari seorang guru karena hal tersebut akan mendorong mereka melakukan hal-hal di luar ketentuan dan norma moral. Menjadi guru itu adalah pekerjaan mulia, pengabdian yang tidak dapat dinilai dengan materi apapun, sehingga mereka semestinya tidak melakukan hal-hal buruk seperti pungutan liar terhadap orang tua siswa,” jelas lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, England itu, kepada media, Kamis, 26 September 2024,
Apalagi, sambung dia, kepala sekolah yang sudah melakukan pungli itu malahan mencoba melakukan kriminalisasi terhadap warga yang mengkritisi dan mempertanyakan kasus pungutan liar tersebut. Wilson Lalengke mengaku sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan Kepala Sekolah SMPN 1 Tembilahan Hulu, bernama Saruji, dalam merespon pertanyaan dan keberatan warga soal pungutan pembayaran seragam sekolah yang dinilai terlalu memberatkan.
“Saya mengecam keras tindakan kriminalisasi yang dilakukan pihak kepala sekolah dengan melaporkan warga masyarakat dan orang tua siswa yang anaknya bersekolah di SMPN 1 Tembilahan Hulu tersebut, ke polisi dengan tuduhan telah melakukan penipuan dan pemerasan. Padahal, jika dirunut pada kejadian di lapangan, justru si kepala sekolah bermental pungli itu melakukan penyuapan kepada warga yang kebetulan berprofesi wartawan dan meminta mereka membuatkan berita tandingan atas pemberitaan dari pihak/media lain,” ungkap tokoh pendidikan Riau, yang merupakan salah satu pendiri SMA Plus Provinsi Riau tahun 1997/1998 ini.
Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu menilai bahwa Kepsek SMPN 1 Tembilahan Hulu, Saruji, amat tidak layak menjadi guru, apatahlagi jadi kepala sekolah, karena tidak bisa digugu dan ditiru sebagaimana layaknya seorang guru. “Guru itu selalu dikonotasikan kepada sosok yang dapat digugu dan ditiru. Artinya, setiap guru wajib menunjukkan sifat dan perilaku yang dapat dicontoh dan ditiru oleh anak muridnya, juga masyarakat sekitarnya. Nah, si Saruji ini justru mempertontonkan sifat hedon, tamak, dan suka senang sendiri tanpa mempertimbangkan kehidupan orang lain. Dalam kondisi ekonomi masyarakat yang sedang susah, dia dan jajarannya justru menekan orang tua siswa membayar sejumlah uang baju yang di luar batas kewajaran. Di negara-negara maju ada aturan ‘sekolah dilarang keras berbisnis dengan siswanya’ alias mengambil untung dari berjualan barang dan jasa, yang ada kaitannya dengan proses belajar-mengajar di sekolah itu, kepada siswa dan orang tua siswa merupakan pelanggaran yang diberi sanksi berat, yakni pemecatan!” tegas Wilson Lalengke yang pernah mengikuti Youth Invitation Program dalam kelompok guru ke Jepang tahun 2000 yang disponsori oleh Japan International Cooperation Agency (JICA).
Oleh karena itu, pendiri yang sekaligus pemilik SMK Kansai Pekanbaru ini menegaskan bahwa pihaknya mendesak agar sang Kepsek SMPN 1 Tembilahan Hulu, Saruji, segera dicopot dari jabatannya. “Pungli adalah pintu pembuka berkembangnya sifat buruk yang bermuara pada mentalitas korupsi. Jika dibiarkan berkembang di dunia pendidikan, maka haqul yaqin, SMPN 1 Tembilahan Hulu akan jadi pabrik produsen bibit koruptor di masa mendatang. Jadi, apabila terbukti terjadi pungutan liar dalam bentuk pembelian baju seragam di sekolah itu, tidak ada alternatif lain selain pimpinan dan guru pelaku pungli di sekolah tersebut harus dicopot dari jabatannya. Bahkan jika Pemerintah Inhil mengharapkan pembangunan pendidikan yang baik, benar, bermoral, dan berakhlak mulia, sang oknum bermental korup itu harus diberhentikan dari statusnya sebagai PNS. Untuk apa rakyat membiayai hidup seorang kepsek bermental bobrok semacam itu?” pungkas Wilson Lalengke yang dikenal sangat anti korupsi ini.
(TIM/Red)