Indonesiainvestigasi.com
LABUHANBATU, SUMATERA UTARA –Aroma busuk peredaran narkoba jenis ekstasi kian menyengat di Kabupaten Labuhanbatu. Masyarakat dibuat resah oleh keberadaan salah satu KTV karaoke yang disebut-sebut menjadi markas pencinta dugem dan transaksi barang haram. Lokasi itu tak lain adalah KTV The Blues, yang beroperasi di komplek perumahan Dl Sitorus, Jalan Bayy Pass Adam Malik, Kelurahan Lobusona, Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Dugaan kuat, tempat hiburan malam tersebut bukan sekadar karaoke biasa, melainkan sudah menjelma menjadi sarang peredaran narkoba, khususnya pil ekstasi. Transaksi jual-beli obat terlarang itu diduga berjalan bebas di dalam ruangan gelap penuh dentuman musik keras. Bahkan, menurut kesaksian pengunjung, para penikmat dugem bisa dengan mudah mendapatkan “barang” dari tangan-tangan yang disebut sebagai abang penjual ekstasi.
Kalau masalah razia, kayaknya pihak penegak hukum nggak berani menyentuh The Blues. Pemiliknya dan backing-nya kuat-kuat, bang,” ungkap seorang pengunjung berinisial Peb kepada awak media, Senin (07/09/2024).
Pernyataan Peb itu sontak menampar wajah aparat penegak hukum. Bagaimana tidak, masyarakat justru menuding ada indikasi pembiaran dan ketakutan aparat untuk menindak. Situasi ini memunculkan asumsi liar, bahwa ada oknum yang sengaja “bermain mata” demi kepentingan pribadi, sementara generasi muda menjadi korban utama.
Masyarakat semakin gelisah. Mereka melihat keberadaan KTV The Blues tidak hanya mengganggu ketenangan lingkungan, tetapi juga merusak moral anak bangsa. Musik keras yang menderu hingga larut malam, disertai praktik dugem penuh ekstasi, menciptakan stigma bahwa tempat tersebut adalah simbol kehancuran generasi muda Labuhanbatu.
Tak hanya itu, keberadaan KTV The Blues juga diduga ilegal, karena tidak mengantongi izin operasional yang sah serta jelas-jelas melanggar Peraturan Daerah (Perda). Dengan begitu, kehadirannya di jantung kota Rantau Prapat merupakan tamparan keras bagi marwah pemerintah daerah dan penegak hukum.
Karena itulah, masyarakat kini menantang dan mendesak agar TNI dan Polri turun tangan langsung. Mereka menuntut agar The Blues segera ditutup dan dibersihkan dari segala aktivitas ilegal. Lebih dari sekadar razia formalitas, masyarakat ingin melihat bukti nyata bahwa TNI dan Polri benar-benar hadir sebagai pelindung rakyat, bukan sekadar institusi yang tunduk pada “upeti” dan tekanan pemilik modal.
“Kami ingin melihat penegak hukum bertindak tegas. Tutup The Blues! Jangan biarkan generasi kami hancur hanya karena ulah pengusaha yang bermain narkoba. TNI-Polri harus tunjukkan bahwa mereka berpihak pada masyarakat, bukan pada narkoba,” tegas salah satu tokoh masyarakat setempat dengan nada marah.
Masyarakat menilai, keberanian TNI-Polri dalam menutup dan menindak KTV The Blues akan menjadi ujian integritas. Apabila aparat terus berdiam diri, maka publik akan semakin yakin bahwa ada permainan kotor di balik layar.
Kini, semua mata tertuju pada langkah aparat keamanan. Akankah mereka membiarkan KTV The Blues terus menjadi neraka geleng kepala, atau justru bangkit menunjukkan taringnya demi menyelamatkan masa depan generasi Labuhanbatu?
Penulis : Chairul Ritonga