Kisah Pilu di Balik Dapur Prawira Diduga 15 Pekerja Hilang Hak, Diminta BGN Hentikan Operasional

 

Indonesia-Investigasi.com

 

GUNUNGSITOLI – Kisah pilu dibalik dapur prawira diduga 15 pekerja hilang hak, diminta BGN, hentikan operasional

Bacaan Lainnya

 

Gelombang kekecewaan tengah melanda para pekerja di Dapur Prawira yang selama ini mengelola BGN (Badan Gizi Nasional) di Kota Gunungsitoli

 

Sebanyak kurang lebih 15 orang karyawan mengaku dipecat secara sepihak oleh Yayasan Prawira, tanpa adanya alasan yang jelas maupun pelanggaran yang pernah mereka lakukan

 

Pemecatan ini disebut terjadi secara tiba-tiba dan tanpa melalui proses klarifikasi, surat peringatan, atau mekanisme pembinaan yang seharusnya menjadi standar dalam hubungan kerja

 

Salah seorang perwakilan karyawan menyebut bahwa keputusan itu sangat mengejutkan dan tidak manusiawi

 

“Kami sudah bekerja dengan penuh tanggung jawab, tapi tiba-tiba nama kami tidak lagi terdaftar. Tidak ada surat resmi, tidak ada kesalahan yang disampaikan. Kami hanya diberitahu bahwa kami tidak lagi bekerja di Dapur Prawira,” ujar salah satu karyawan yang enggan disebutkan namanya. Sabtu, 01 November 2025

 

Para karyawan yang diberhentikan menilai Yayasan Prawira telah bertindak semena-mena dan tidak menghargai kontribusi mereka selama ini. Mereka menyebut keputusan sepihak tersebut melanggar prinsip hubungan kerja yang adil dan berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang harus disertai alasan rasional dan prosedur hukum yang tepat

 

Lebih jauh, para karyawan menegaskan akan menuntut hak-hak mereka sebagai pekerja, termasuk pesangon, gaji yang belum dibayarkan, dan kejelasan status hubungan kerja mereka selama ini. Mereka berencana mempertanyakan langsung keputusan tersebut kepada pihak Yayasan Prawira, selaku mitra dari BGN di wilayah Nias

 

“Kami tidak menolak keputusan kalau memang ada alasan yang jelas, tapi ini sepihak. Kami akan menuntut hak kami dan meminta kejelasan hukum dari pihak yayasan”, Tambah salah satu karyawan lainnya

 

Selain menuntut hak-hak mereka, para karyawan juga mendesak pemerintah daerah—terutama Dinas Pendidikan Kota Gunungsitoli—agar menghentikan sementara operasional Dapur Prawira di sekolah-sekolah sebelum masalah ini diselesaikan secara adil

 

“Kami meminta agar Dinas Pendidikan menghentikan sementara kegiatan Dapur Prawira di sekolah. Jangan biarkan lembaga yang menindas pekerjanya tetap memberi makanan kepada anak-anak sebelum persoalan ini dituntaskan”, Tegas salah seorang pekerja lainnya

 

Sorotan publik pun mulai menguat, Sekertaris LSM Generasi Muda Indonesia Cerdas Anti Korupsi (GMICAK) Kepulauan Nias, Yason Yonata Gea, S.Pd turut mengecam keras tindakan Yayasan Prawira tersebut

 

Ia menilai pemecatan tanpa dasar yang jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dan mencerminkan buruknya tata kelola kemitraan lembaga sosial di daerah

 

“Kami menilai keputusan Yayasan Prawira ini sangat tidak etis dan melanggar aturan. Tidak boleh ada lembaga yang mengatasnamakan pelayanan publik tapi mengorbankan hak-hak pekerja. Pemerintah daerah harus segera turun tangan”, Tegas yason

 

Ia juga menambahkan bahwa jika tidak ada langkah tegas dari pemerintah, pihaknya akan mendorong penyelidikan mendalam terhadap sistem kerja sama antara BGN dan Yayasan Prawira, karena diduga ada pelanggaran administrasi dan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan tenaga kerja.

 

“Kalau tidak ada solusi cepat, kami akan mendesak aparat penegak hukum untuk turun tangan. Pekerja tidak boleh menjadi korban dari sistem kemitraan yang tidak transparan”, Tegasnya

 

Hingga berita ini diterbitkan, Yayasan Prawira belum memberikan klarifikasi resmi terkait alasan pemecatan massal tersebut. Namun, desakan publik kini semakin kuat agar pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan dan Dinas Ketenagakerjaan segera menghentikan sementara seluruh aktivitas Dapur Prawira di sekolah hingga persoalan hak tenaga kerja diselesaikan secara terbuka dan adil.

 

Kasus ini menjadi pengingat serius bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja lokal di Kepulauan Nias masih lemah. Mereka yang bekerja untuk mendukung pelayanan gizi anak sekolah justru harus kehilangan pekerjaan tanpa dasar yang jelas.

 

“Kami percaya keadilan masih ada. Kami hanya ingin hak kami dipenuhi dan perlakuan adil sebagai manusia yang bekerja”, Tutup perwakilan karyawan dengan nada Tegas.

 

Kasus ini menambah daftar panjang persoalan ketenagakerjaan di Kepulauan Nias, di mana banyak pekerja masih menghadapi ketidakpastian status kerja dan lemahnya perlindungan hukum terhadap tenaga kerja lokal. (Tim).

Pos terkait