Indonesia Investigasi
Meulaboh – Ketua Tim Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Kabupaten Aceh Barat, Dr. Ir. Kurdi, ST, MT, IPM Asean.Eng., yang juga Kepala Dinas PUPR menjelaskan penggunaan jalan umum hauling batubara hanya sebatas sementara menunggu jalan khusus dalam proses pengerjaan.
Hal tersebut di sampaikan dalam rapat gabungan yang diadakan di ruang rapat komisi DPRK Aceh Barat, Senin (20/1/25), berbagai pihak eksekutif, perusahaan, dan DPRK membahas mitigasi potensi masalah terkait aktivitas holing batubara.
Kurdi menekankan bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba memperbolehkan penggunaan jalan umum dengan kondisi tertentu.
Hal ini diperkuat oleh PP Nomor 96 Tahun 2021 yang mengatur lebih detail terkait situasi yang memungkinkan penggunaan jalan umum, meskipun definisi “kondisi tertentu” masih menjadi perdebatan.
“Di daerah lain, tambang umumnya tumbuh lebih dulu sebelum masyarakat. Namun, di Aceh Barat, masyarakat sudah berkembang lebih dulu sehingga tantangannya berbeda,” jelasnya.
Rapat juga menyoroti perlunya jalur khusus transportasi batubara. Dalam beberapa kali Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebelumnya, pihak perusahaan seperti PT AJB dan PT IPE telah sepakat membangun jalur khusus dalam waktu tiga tahun.
Saat ini, tahap awal pembangunan jalur khusus sepanjang 4 kilometer telah dimulai, meskipun masih ada dinamika di lapangan yang memerlukan penyesuaian lebih lanjut.
Masalah utama yang dihadapi adalah konflik antara tata ruang dan lingkungan. Daerah yang dilalui jalur hauling sering kali merupakan kawasan pendidikan, sehingga pemerintah daerah harus mencari solusi yang meminimalkan dampak lingkungan dan sosial.
Selain itu, perusahaan tambang juga diwajibkan mencari jalur yang paling efisien dan efektif untuk menghindari biaya tinggi.
Dalam diskusi, Kurdi menyoroti pentingnya regulasi daerah untuk mengisi kekosongan hukum dalam pengelolaan jalan khusus.
“Sampai saat ini, hanya beberapa daerah seperti Kutai dan Sumatera Selatan yang memiliki regulasi khusus terkait ini. Kita perlu skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha untuk mendukung investasi,” tambahnya.
Rapat juga membahas mekanisme jaminan perbaikan jalan. Saat ini, pihak perusahaan diwajibkan memberikan jaminan dana sebesar Rp3 miliar per kilometer, ditambah Rp250 juta untuk asuransi
Namun, mekanisme polis asuransi dan penanggung jawab masih menjadi tarik-ulur antara pemerintah daerah dan perusahaan.
Sementara itu, beberapa perusahaan telah menunjukkan komitmen mereka dengan mengaspal jalan tertentu sebagai bentuk tanggung jawab sosial.
Proses ini merupakan bagian dari kerja sama antara pemerintah daerah dan perusahaan dengan masa berlaku perjanjian selama tiga tahun.
Rapat berakhir dengan kesepakatan untuk memperkuat koordinasi antar pihak terkait guna mempercepat pembangunan jalur khusus, sekaligus memastikan bahwa aktivitas holing batubara tidak mengganggu masyarakat sekitar.
Pemerintah daerah berkomitmen memfasilitasi regulasi yang lebih jelas agar tantangan ini dapat diatasi secara efektif.