Indonesia Investigasi
Lampung, – Sultan Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong – Lampung
Dalam menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada) di Provinsi Lampung, kita tidak hanya dihadapkan pada pilihan antara dua calon gubernur dengan visi dan misi masing-masing, tetapi juga pemilihan bupati dan walikota di 13 kabupaten dan 2 kota. Pemilu merupakan wujud dari demokrasi yang memberikan ruang bagi rakyat untuk menentukan pemimpin yang mereka percayai dapat membawa perubahan dan kemajuan bagi daerahnya. Namun, di tengah persaingan politik, sering kali muncul potensi konflik yang memecah belah masyarakat. Seringkali, karena terlalu bersemangat mendukung calonnya, seseorang merendahkan martabat calon lain, misalkan dengan gambar-gambar yang tidak pantas, seperti—maaf—binatang, atau dengan kata-kata tidak kasar. Oleh karena itu, penting untuk menekankan pentingnya kampanye damai sebagai fondasi demokrasi yang sehat dan kondusif.
Demokrasi bisa diibaratkan seperti cermin, di mana segala tindakan dan ucapan akan tercermin kembali kepada kita. Jika kampanye dilandasi oleh fitnah dan kebencian, cerminan itu akan memecah belah dan meninggalkan jejak luka di tengah masyarakat. Sebaliknya, kampanye damai yang menonjolkan gagasan dan program tanpa merendahkan pihak lain, akan memantulkan cahaya kebersamaan yang memperkuat demokrasi. Dalam cermin demokrasi ini, kita diajak untuk melihat lebih dalam, apakah pilihan-pilihan kita mencerminkan persatuan, atau justru memicu perpecahan?
Para kandidat dalam pemilihan kepala daerah di Lampung sebaiknya menempatkan provinsi ini sebagai “saung kuring”, menjadi tempat berteduh yang nyaman bagi semua orang, tanpa memandang latar belakang suku, agama, atau golongan. Saung kuring dalam budaya Indonesia merupakan simbol keramahan, tempat di mana setiap orang bisa berlindung, beristirahat, dan merasa aman. Begitu juga Lampung, dengan segala keberagaman yang dimilikinya, harus dijadikan rumah yang nyaman bagi seluruh masyarakat, baik penduduk asli maupun pendatang.
Dalam konteks ini, para kandidat harus menyadari bahwa mereka tidak hanya mewakili kelompok tertentu, melainkan seluruh rakyat Lampung. Visi dan misi yang mereka usung harus mengedepankan kesejahteraan bersama, serta memperkuat persatuan dan kesetaraan. Memposisikan Lampung sebagai saung kuring berarti membangun ruang inklusif di mana setiap individu merasa dihargai dan dilindungi hak-haknya.
Penting bagi kandidat untuk menjaga ketenangan dan ketertiban dalam proses politik, serta berkomitmen pada dialog terbuka yang solutif. Lampung sebagai saung kuring mengandung pesan bahwa masyarakat Lampung memerlukan pemimpin yang tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik, tetapi juga membangun harmoni sosial.
Sebagai provinsi yang menjadi pintu gerbang menuju Pulau Jawa dari Sumatera, Lampung memiliki posisi strategis baik dalam hal ekonomi maupun sosial. Dengan semboyan “Sang Bumi Ruwa Jurai”, yang berarti satu bumi dua suku, Lampung menekankan pada persatuan dan kerukunan antarwarga, baik penduduk asli maupun pendatang. Dalam konteks politik, semboyan ini harus menjadi pijakan utama dalam menjaga perdamaian selama proses pilkada berlangsung.
Kampanye damai tidak hanya menjadi slogan, tetapi juga semangat untuk membangun demokrasi yang lebih berkualitas.
Demokrasi yang baik ditandai dengan keterbukaan, kebebasan berpendapat, dan adanya ruang bagi semua pihak untuk berkompetisi secara adil. Namun, demokrasi yang berkualitas juga membutuhkan etika dan tanggung jawab, baik dari calon pemimpin maupun dari masyarakat pemilih. Dalam kampanye damai, semua calon harus menahan diri dari politik identitas, fitnah, dan ujaran kebencian. Sebaliknya, mereka harus fokus menyampaikan program dan gagasan yang konkret, serta berkomitmen untuk menjunjung tinggi persatuan di tengah keragaman masyarakat Lampung.
Lampung: Pilar Pembangunan di Sumatera
Salah satu tantangan utama dalam pilkada kali ini adalah bagaimana menghapus jejak polarisasi yang muncul selama pemilihan presiden 2024. Polarisasi politik yang tajam telah membelah masyarakat Indonesia ke dalam kelompok-kelompok yang saling berseberangan. Lampung, sebagai bagian dari Indonesia, tentu tidak terlepas dari dampak polarisasi tersebut. Meskipun pilpres telah selesai, bekas luka polarisasi masih terasa di banyak tempat, termasuk di Lampung.
Kondusifitas adalah syarat mutlak bagi terselenggaranya pilkada yang aman dan damai. Tanpa kondusifitas, proses demokrasi tidak akan berjalan dengan baik, dan yang akan rugi adalah masyarakat sendiri. Oleh karena itu, dalam konteks Pilkada Lampung, para calon gubernur, bupati, dan walikota harus menjadikan kondusifitas sebagai prioritas utama. Mereka harus mampu meredam konflik, merangkul semua elemen masyarakat, dan mengedepankan dialog daripada konfrontasi. Dengan demikian, pilkada dapat menjadi momentum untuk mempersatukan kembali masyarakat yang sempat terpecah akibat polarisasi politik.
Perlu diingat bahwa Pilkada Lampung bukan hanya sekedar memilih pemimpin daerah, tetapi juga menentukan arah pembangunan provinsi ini ke depan. Sebagai provinsi yang berbatasan langsung dengan Jakarta, Lampung memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di Sumatera. Posisi geografis Lampung yang strategis membuatnya menjadi pintu masuk bagi distribusi barang dan jasa dari Pulau Jawa ke Sumatera dan sebaliknya. Oleh karena itu, kepemimpinan di Lampung harus mampu melihat potensi ini dan menjadikannya sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan.
Di tengah persaingan antara kandidat kepala daerah, isu pembangunan harus menjadi topik utama yang diperbincangkan. Setiap calon harus mampu menawarkan solusi nyata untuk masalah-masalah yang dihadapi Lampung, seperti infrastruktur, kesejahteraan rakyat, dan kualitas layanan publik. Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu kunci penting. Jalan tol Trans Sumatera yang melewati Lampung harus dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Selain itu, sektor pertanian dan perikanan, yang menjadi tulang punggung perekonomian Lampung, perlu diperhatikan agar dapat berkembang lebih baik.
Pilkada juga harus dilihat dalam perspektif bagian dari perjalanan panjang menuju Indonesia Emas 2045, di mana Lampung sebagai salah satu provinsi terdekat dengan pusat bisnis Jakarta diharapkan dapat menjadi lokomotif pembangunan di wilayah barat Indonesia. Visi ini tidak akan terwujud jika tidak ada pemimpin yang memiliki komitmen kuat terhadap pembangunan berkelanjutan dan inklusif. Pemimpin yang terpilih dalam pilkada kali ini harus mampu mengintegrasikan visi jangka panjang ke dalam program-program kerja yang realistis dan dapat diimplementasikan dalam jangka pendek.
Lampung memiliki potensi besar di berbagai sektor, mulai dari pertanian, perikanan, pariwisata, hingga industri kreatif. Namun, potensi ini sering kali terhambat oleh masalah-masalah klasik seperti korupsi, birokrasi yang berbelit, serta minimnya investasi. Oleh karena itu, pemimpin yang terpilih harus memiliki keberanian untuk melakukan reformasi di berbagai sektor, terutama dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif, meningkatkan kualitas SDM, dan mengembangkan infrastruktur yang memadai
Dalam setiap pemilihan, politik identitas terkadang digunakan sebagai alat kampanye yang memecah belah. Politik identitas, yang mengeksploitasi perbedaan suku, agama, ras, dan golongan, tidak hanya merusak tatanan demokrasi, tetapi juga menghancurkan kerukunan yang telah terjalin di masyarakat. Di Lampung, dengan semboyan “Sang Bumi Ruwa Jurai”, yang menekankan persatuan dalam keragaman, politik identitas harus dihindari sepenuhnya. Masyarakat Lampung telah lama hidup berdampingan dalam harmoni, dan tidak seharusnya perbedaan dijadikan senjata untuk meraih kekuasaan.
Menghapus jejak politik identitas dalam kampanye pilkada berarti mengedepankan program kerja yang inklusif dan menjawab kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Ini adalah langkah penting untuk mencegah polarisasi dan memastikan bahwa demokrasi berjalan dengan sehat. Setiap calon harus menolak praktik politik yang memecah belah dan sebaliknya, berusaha membangun narasi yang mempersatukan. Dengan demikian, pilkada dapat menjadi ajang untuk memperkuat persatuan di antara masyarakat Lampung.
Sebagai provinsi dengan warisan budaya yang kaya, Lampung memiliki nilai-nilai lokal yang dapat dijadikan pedoman dalam memimpin. Salah satu nilai yang penting adalah “sakai sambayan” gotong royong, atau semangat kebersamaan. Dalam konteks pemerintahan, semangat sakai sambayan berarti melibatkan semua elemen masyarakat dalam pembangunan, mendengarkan aspirasi rakyat, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menjadikan nilai-nilai lokal sebagai landasan dalam membuat kebijakan.
Selain itu, pemimpin Lampung juga harus memiliki visi yang jelas tentang bagaimana mempertahankan dan mengembangkan budaya lokal di tengah arus globalisasi. Modernisasi dan pembangunan ekonomi tidak boleh mengorbankan identitas budaya Lampung yang unik. Sebaliknya, budaya lokal harus dijadikan sebagai kekuatan untuk membangun karakter masyarakat yang lebih kuat dan tangguh. Dalam hal ini, pemimpin yang terpilih harus berperan sebagai penjaga sekaligus penggerak kebudayaan.
Merajut Masa Depan Lampung yang Lebih Cerah
Pilihan yang dihadapi masyarakat Lampung dalam pilkada ini bukan sekadar tentang memilih pemimpin untuk lima tahun ke depan, tetapi juga tentang merajut masa depan yang lebih cerah. Pemimpin yang terpilih harus mampu membawa Lampung menuju kemajuan yang lebih besar, baik dalam hal ekonomi, sosial, maupun budaya. Tantangan yang dihadapi Lampung saat ini, seperti ketimpangan ekonomi, pengangguran, dan masalah lingkungan, tidak bisa diatasi hanya dengan janji-janji politik. Dibutuhkan pemimpin yang memiliki komitmen, integritas, dan kemampuan untuk bekerja keras dalam mewujudkan visi pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam konteks ini, kampanye damai sangatlah penting. Kampanye damai bukan hanya untuk menghindari konflik fisik, tetapi juga untuk membangun budaya politik yang sehat, di mana semua pihak berkompetisi secara fair, beradu gagasan, dan saling menghormati. Dengan demikian, pilkada dapat menjadi ajang untuk memajukan demokrasi sekaligus mempererat persatuan di tengah keberagaman masyarakat Lampung.
Saya meyakini bahwa Lampung memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu provinsi terdepan di Indonesia. Namun, potensi ini hanya bisa diwujudkan jika kita semua bekerja sama, menghormati perbedaan, dan menjunjung tinggi persatuan. Mari kita jadikan pilkada ini sebagai momentum untuk membangun Lampung yang lebih maju, lebih damai, dan lebih sejahtera.
SPDB Edward Syah Pernong. Foto Istimewa
SPDB Edward Syah Pernong. Foto Istimewa
SPDB Pangeran Edward Syah Pernong, Sultan Sekala Brak yang Dipertuan Ke-23 , adalah salah satu dari empat Sultan keturunan lurus yang tidak terputus. Tertua dari garis RATU yang bertahta di Kerajaan Adat Kepaksian Sekala Brak Lampung Barat , namun kerabat-kerabat kerajaan maupun orang besar bergelar yang berasal usul dari kerajaan Sekala Brak juga yang dalam perkembangannya sudah membentuk persekutuan dalam Hukum Adat menjadi Marga Marga Adat, Bandar-Bandar Adat, Suku maupun Pesumbayan yang sejak berapa ratus tahun yang lalu secara periodik dipimpin para orang besar /Jelma Balak yang lazim disebut Pang Tuha meninggalkan Kerajaan Paksi Pak Sekala Brak , dan telah tumbuh berkembang bertebaran sepanjang Pesisir Tanah Lampung.
Bahkan terkonfirmasi terbina hubungan kekerabatannya sampai ke pulau Negara Buay Pemuka Peliung, dan Puyang Raja Arya Jirak di Mandingin Oku Sum-sel, yang disimbolisasikan mulai dari Tanjung Sakti di Pesisir Barat sampai Tanjung Tuha di Kalianda Lampung Selatan. Mulai dari Way Suluh Pesbar sampai Way Handak Lamsel, mulai dari Gunung Seminung di Oku Selatan , menuju pusatnya yaitu Gunung Pesagi. Terus menuju Gunung Tanggamus sampai Gunung Rajabasa di Lamsel yang istana kerajaannya berlokasi di wilayah Lampung Barat.
Masyarakat Adat Kepaksian Pernong dan kerabat kerajaannya masih kokoh terbina dan terlegitimasi hubungan kekerabatan dan persatuan, persaudaraan nya yg harmonis se andanan hingga saat ini bersama Sultan yang Dipertuan dengan motto.. NGEBUJAKH LAIN MICCAKH– Saling membesarkan dan bukan bercerai berai memisahkan diri. (*)