Indonesia Investigasi
LAMPUNG – Proyek pembangunan jalan hormix dan drainase yang menghubungkan Panaragan, Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba), dengan Desa Tegal Mukti dan Tajab, Kabupaten Waykanan, Provinsi Lampung, diduga kuat tidak sesuai spesifikasi.
Selain kualitas material yang diragukan pada pembangunan drainasenya, panjang pengerjaan juga diduga tidak mencapai jarak yang telah direncana awal 4000 meter atau 4 km.
Pekerjaan yang berada di bawah tanggung jawab Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Lampung ini terbagi menjadi dua paket dengan total anggaran lebih dari Rp29 miliar. Namun, dari hasil penelusuran di lapangan pada Sabtu (9/8/2025), total panjang jalan yang dikerjakan hanya diperkirakan 3.787 meter, atau 233 meter lebih pendek dari target sekitar 4 kilometer.
Rinciannya, di Desa Panaragan panjang jalan yang dikerjakan sekitar 1.800 meter. Di Desa Tegal Mukti, terdapat dua titik: perbatasan Panaragan–Tegal Mukti sepanjang 267 meter, dan ruas perkebunan tebu Desa Tegal Mukti sekitar 1.700 meter.
Paket pertama dikerjakan oleh CV. Sinar Alam Perkasa dengan nomor kontrak 03/KTR/PPK-K.15/JLN.087/V.03/III/2025 senilai Rp14,5 miliar, berlokasi di Desa Panaragan. Paket kedua dilaksanakan oleh CV. Rosen Construction berdasarkan kontrak 01/KTR/PPK-K.11/JLN-088/V.03/III/2025 dengan nilai Rp14,6 miliar di ruas Tegal Mukti–Tajab. Sumber di lapangan menduga, kedua proyek ini sejatinya dimiliki oleh orang yang sama, hanya berbeda bendera perusahaan.
Drainase Tipis dan Mudah Rontok
Tak hanya panjang jalan yang dipersoalkan, kualitas drainase juga menuai kritik. Ketua Badan Permusyawarahan Tiuh (BPT) Panaragan, Edi Yanto, menilai konstruksi drainase sangat rapuh: adonan semen tipis, batu tidak sesuai ukuran, dan lantai drainase hanya dilapisi semen tipis.
Menurutnya, ia bahkan pernah melihat satu mobil pasir dibagi menjadi dua tumpukan, dengan tambahan semen hanya 2–3 sak per tumpukan.
“Jangan asal-asalan. Ini kampung kami. Pemerintah tidak membangun setiap tahun, apalagi dengan anggaran sebesar ini. Kalau cepat rusak, kami akan menunggu sangat lama untuk diperbaiki lagi,” tegasnya.
Seorang pekerja asal Pringsewu, Oki Erlangga, mengaku hanya mengikuti instruksi mandor tanpa memahami standar teknis.
“Saya kepala tukang, tapi tidak paham teknisnya. Material drainase hanya pakai 5 angkong pasir, satu sak semen, dan batu disandarkan di tanah talud,” ujarnya.
Ia menyebut menerima upah harian Rp110 ribu untuk tukang dan Rp90 ribu untuk kenek.
Pekerjaan Dikebut
Pantauan di lokasi menunjukkan, sejumlah alat berat menghamparkan aspal pada titik-titik jalan berlubang, sementara pekerjaan drainase berlangsung di beberapa titik sekaligus.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak kontraktor, pengawas teknis, maupun Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Lampung belum memberikan keterangan resmi.
Tim