Indonesia Investigasi
Kuala Tungkal kabupaten Tanjung –
Anggaran organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjab Barat) diduga banyak terisi oleh titipan program dari anggota DPRD yang masuk dalam Pokok Pikiran (Pokir) dewan.
Fenomena ini menimbulkan keresahan di kalangan kontraktor yang merasa sulit mendapatkan proyek karena banyak paket pengadaan barang dan jasa telah dikondisikan untuk pihak tertentu.
Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa anggaran Pokir DPRD di beberapa dinas mencapai ratusan juta rupiah, dengan jumlah yang bervariasi di setiap OPD. Bahkan, dugaan kuat menyebut bahwa hampir separuh APBD Tanjab Barat 2025 tersedot oleh program-program yang bersumber dari Pokir.
“Kami mendengar dari beberapa OPD, memang banyak program yang berasal dari Pokir DPRD,” ujar beberapa pengusaha lokal di Tanjab Barat, Senin (18/3/2025).
Meskipun secara aturan, Pokir DPRD diperbolehkan sebagai bentuk penyampaian aspirasi masyarakat yang tidak terakomodasi dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa usulan tersebut tak sekadar berhenti di program, melainkan sudah masuk ke tataran teknis, bahkan hingga pengkondisian rekanan pelaksana proyek.
“Saya tahu Pokir itu ada dasar hukumnya, tapi kalau praktiknya seperti ini, justru mematikan pengusaha lokal yang punya kapasitas dan rekam jejak pekerjaan yang baik. Sementara yang lain hanya bawa pengusaha dari luar atau bahkan sekadar meminjam CV,” ungkap seorang pengusaha dengan nada kecewa.
Lebih jauh, ia menyoroti bahwa praktik seperti ini bukan sekadar merugikan kontraktor lokal, tetapi juga mengancam sistem demokrasi daerah. “Fungsi DPRD itu seharusnya mengawasi, bukan malah masuk ke ranah eksekutif melalui Pokir. Kalau begini, siapa yang mengontrol jalannya pemerintahan?” tambahnya.
Di sisi lain, beberapa oknum OPD di Pemkab Tanjab Barat juga mengakui bahwa memang ada beberapa paket proyek yang merupakan titipan Pokir DPRD. Namun, sejauh mana dominasi dan pengaruhnya terhadap sistem penganggaran daerah masih menjadi tanda tanya besar.
Jika situasi ini terus berlanjut tanpa pengawasan yang ketat, maka bukan hanya pengusaha lokal yang semakin terpinggirkan, tetapi juga kualitas pembangunan daerah yang dipertaruhkan. Apakah Tanjab Barat akan terus membiarkan APBD terserap oleh kepentingan segelintir elite politik, atau akan ada langkah tegas untuk mengembalikan anggaran kepada kepentingan masyarakat luas?red