Palopo, Sulawesi Selatan – Sebagai Penasihat Hukum dari Terdakwa Ariani Rahman, Rudi Sinaba, SH.MH., menyampaikan terima kasih kepada Majelis Hakim atas kesempatan yang diberikan untuk mengajukan Keberatan atas surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum. 18/12/2023, Keberatan ini diajukan sebagaimana amanat dari Pasal 156 KUHAP.
Jaksa Penuntut Umum membacakan surat dakwaan tunggal, dengan dakwaan bahwa Terdakwa telah melanggar Pasal 378 KUHP. Sebagaimana yang sering dinilai, pengajuan Keberatan oleh Terdakwa terkadang dikritik sebagai upaya yang mengada-ada dan mengulur-ulur waktu sidang. Namun, kami berkeyakinan bahwa Pasal 156 KUHAP adalah hak azasi manusia yang memberikan hak dan kewajiban kepada Terdakwa dan Penasihat Hukum untuk mengajukan Keberatan apabila Surat Dakwaan terdapat kekurangan atau kesalahan yuridis yang akan menyebabkan Terdakwa tidak dapat membela dirinya atau dibela oleh Penasihat Hukumnya dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya di depan sidang Pengadilan.
Rudi Selaku penasehat hukumnya meyakini bahwa Majelis Hakim akan memperhatikan Keberatan ini dengan serius, bijak, dan obyektif. Upaya optimal dari seluruh unsur penegak hukum yang berperan di Pengadilan harus dilakukan dalam rangka menemukan kebenaran materil dalam perkara ini yang akan menjadikan peradilan baik, jujur, dan adil. Pengungkapan kebenaran materil adalah tujuan hukum yang akan memberikan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi kita semua, teristimewa bagi Terdakwa yang sedang teraniaya lahir dan batin, Senin (15/1/2024).
“Kami mengajukan Keberatan bukan sekadar formalitas belaka, melainkan untuk memperjuangkan hak-hak Terdakwa. Kami berharap Majelis Hakim mempunyai gambaran yang sejelas-jelasnya tentang tepat atau tidaknya Penuntut Umum dalam mendudukkan Terdakwa sebagai Pesakitan di dalam Persidangan ini, dengan mempertimbangkan latar belakang persoalan yang ada dalam perkara ini. Dengan demikian, proses persidangan ini akan menghasilkan putusan yang memenuhi prinsip-prinsip legal justice, moral justice, dan social justice dalam mewujudkan kebenaran materil yang menjadi harapan kita semua, teristimewa Terdakwa yang sungguh-sungguh merindukan Keadilan,” ungkapnya.
Sesuai dengan asas equality before the law atau kesamaan dan persamaan di hadapan hukum, kami mengharapkan agar Majelis Hakim memandang Keberatan ini sama pentingnya dengan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Terdakwa memiliki beberapa keberatan atas dakwaan yang ditujukan kepadanya. Salah satunya adalah bahwa kasus ini murni merupakan kriminalisasi atas hubungan hukum keperdataan, yaitu perjanjian tukar-menukar rumah yang Terdakwa lakukan dengan saksi korban. Dalam dakwaan dan berkas penyidikan, terlihat jelas adanya hubungan keperdataan antara Terdakwa dan saksi korban tersebut. Namun, perjanjian tersebut telah dipelintir dan dipaksakan dalam tahap penyidikan sehingga Terdakwa dianggap memiliki itikad-buruk atau niat-jahat untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan cara mengelabui saksi korban melalui rangkaian kebohongan sebelum adanya perjanjian. Namun, Terdakwa menyangkal tuduhan tersebut dan menyebut bahwa terdapat kebohongan dalam dakwaan, yaitu menyembunyikan status hukum pemilikan tanah dan rumah objek perjanjian tukar-menukar atas nama anak ketiga Terdakwa, Amdan, dari pengetahuan saksi korban.
Menurut Terdakwa, ada beberapa hal yang perlu dipertanyakan, seperti mengapa saksi korban sebagai seorang pengusaha property tidak memiliki niat dan upaya untuk mengetahui status hukum kepemilikan atas rumah dan tanah yang menjadi objek tukar-menukar yang akan menjadi miliknya dalam kurun waktu 4 bulan sejak bulan Juni 2020. Terdakwa juga menegaskan bahwa objek perjanjian, yakni tanah dan rumah, adalah harta gono-gini milik Terdakwa dan suaminya yang telah diketahui oleh semua pihak, termasuk pacar saksi korban, Yuliana. Terdakwa menyarankan agar Hakim memperhatikan bunyi dakwaan, di mana disebutkan bahwa sertifikat dari rumah dan tanah tersebut dirubah dari atas nama Amiruddin T, pemegang sertifikat pertama menjadi atas nama Amdan agar dapat dijadikan jaminan kredit atas nama Amdan, dan sertifikat tersebut tidaklah atas nama Terdakwa sebagai kreditur. Oleh karena itu, ketika kredit atas nama Saksi Amdan tersebut macet, maka Terdakwa yang dihubungi oleh PT. PNM untuk melunasi, karena saksi Amdan telah menyerahkan persoalan tanah dan rumah tersebut kepada Terdakwa.
Terkait masalah ini, Terdakwa menganggap bahwa Saksi Amdan dan PT. PNM mengikuti kesepakatan bahwa pembayaran saksinya akan menjadi objek tukar-menukar antara Terdakwa dan Saksi Korban. Hal ini telah disetujui oleh Saksi Amdan dan diinformasikan oleh Terdakwa dan PT. PNM kepada Saksi Amdan, sehingga PT. PNM tidak memiliki keberatan untuk menyerahkan sertifikat tanah dan rumah jaminan kepada Terdakwa. Terdakwa mempertanyakan apakah akan mungkin sertifikat tanah dan rumah agunan tersebut bisa diserahkan kepada Terdakwa, jika Saksi Amdan dan PT. PNM tidak setuju atas pembayaran yang dilakukan oleh Saksi Korban atas kredit macet Saksi Amdan. Terdakwa menegaskan bahwa sertifikat tersebut kini tidak mungkin bisa dipegang oleh Saksi Korban.
Terkait fakta bahwa Saksi Korban belum menyerahkan tanah dan rumah pengganti sesuai perjanjian tukar-menukar yang telah disepakati, Terdakwa menyatakan bahwa sejak awal perjanjian, Terdakwa telah menyerahkan penguasaan tanah dan rumah miliknya kepada Saksi Korban yang kemudian disewakan kepada pihak ketiga, tetapi sampai saat ini Saksi Korban belum memenuhi kesepakatan tersebut. Terdakwa mempertanyakan mengapa Saksi Korban melaporkan kasus ini hampir 3 tahun setelah perjanjian dibuat, dan baru pada bulan Juni 2023. Menurut Terdakwa, selama ini tidak ada masalah antara Terdakwa dan Saksi Korban. Masalah muncul ketika Terdakwa mulai mendesak Saksi Korban untuk menyerahkan tanah dan rumah pengganti karena Saksi Korban telah menguasai tanah dan rumah milik Terdakwa sementara ia belum menyerahkannya. Puncaknya terjadi pada bulan Mei 2023 ketika Saksi Korban ingin melakukan balik nama atas sertifikat, tetapi Terdakwa menolak memberikan surat bukti pembayaran Pajak PBB kecuali sudah ada tanah dan rumah pengganti untuk Terdakwa. Hal ini membuat Saksi Korban marah dan mengancam akan memidanakan Terdakwa.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, Terdakwa mempertanyakan di mana letak kerugian pada Saksi Korban dan di mana letak Mens-Rea atau niat-buruk Terdakwa dalam kasus ini. Terdakwa menganggap bahwa kasus ini hanyalah masalah keperdataan yang sedang diperselisihkan, dan Terdakwa telah mengajukan gugatan perdata terhadap Saksi Korban dan Saksi Amdan atas wanprestasi, yang saat ini sedang diperiksa dan diadili oleh Majelis Hakim PN Palopo. Gugatan tersebut menuntut agar Saksi Korban dihukum untuk melaksanakan perjanjian dan Saksi Amdan dihukum untuk melakukan balik nama atas sertifikat objek agunan kepada Saksi Korban. Terdakwa berharap agar kasus ini dapat dilihat secara obyektif dan tidak disalahartikan sebagai perbuatan kriminal.
Terjadi prejudicial geschill terkait dengan pokok persoalan hukum yang menjadi objek dakwaan Penuntut Umum. Hal tersebut sesungguhnya berasal dari latar belakang yang sama dengan alasan gugatan di atas. Oleh karena itu, dalam hal ini berdasarkan Pasal 81 KUHP, SEMA Nomor 04 Tahun 1980, serta PERMA Nomor 1 Tahun 1956, pemeriksaan atas penuntutan dalam perkara pidana haruslah ditangguhkan, karena terdapat sengketa keperdataan atas pokok perkara yang sama.
Berkenaan dengan hal tersebut, Rudi selaku kuasa hukum mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Palopo untuk memberikan Putusan Sela dalam Perkara ini dengan amar dalam membaca esepsi diakhiri dengan 3 poin ;
1. Menerima dan mengabulkan Keberatan (Eksepsi) Terdakwa;
2. Menyatakan dakwaan batal dan/atau tidak dapat diterima karena premature.
3. Menyatakan Menangguhkan Pemeriksaan Penuntutan perkara ini
sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam
perkara Perdata Nomor : 33/Pdt.G./2023/PN.Palopo.
Setelah pembacaan Eksepsi oleh Kuasa hukum ibu Ariani Rahman, Hakim Pengadilan Negeri Kota Palopo dalam perkara Nomor 202 dan meminta jaksa untuk menanggapi eksepsi dan menunda persidangan hingga Senin depan 22/1/2024, atas permintaan JPU hingga hakim menutup persidangan.
(Sarifuddin)