Diskusi Kepemudaan, Upaya JASA Merawat Damai Aceh

 

Indonesia Investigasi 

 

JANTHO — Jaringan Aneuk Syuhada Aceh (JASA) Aceh Besar menggelar diskusi interaktif bagi anak-anak muda di wilayahnya untuk bertukar pikiran dan merefleksikan perjalanan 20 tahun perdamaian Aceh. Diskusi yang diikuti lebih dari 100 peserta itu digelar di Kantor Dekranasda Aceh Besar, Gampong Gani, Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Aceh Besar, Senin, 20 Oktober 2025.

Bacaan Lainnya

 

Mengusung tema “Spirit Pemuda Aceh dalam Merawat Perdamaian Berkelanjutan melalui Momentum Sumpah Pemuda”, JASA Aceh Besar sengaja menggelar diskusi ini di akhir bulan Oktober untuk menumbuhkan semangat peringatan Sumpah Pemuda.

 

Diskusi ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Deputi 1 Badan Reintegrasi Aceh Fauzan Azima dan Dosen Ilmu Politik FISIP USK Iqbal Ahmady. Sementara jalannya diskusi dipandu dengan apik oleh Saifullah Abdulgani, atau akrab disapa SAG, mantan Juru Bicara Pemerintah Aceh.

 

Deputi 1 Badan Reintegrasi Aceh Fauzan Azima mengatakan, sebagai mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Gayo, ia mengaku bahwa perdamaian Aceh merupakan nikmat yang harus disyukuri oleh semua pihak. Dahulu, katanya, ia harus berjuang dan bergerilya ke hutan—bukan hanya untuk berperang, tetapi juga berjuang menyadarkan masyarakat tentang ideologi Aceh.

 

“Damai yang kita rasakan hari ini harus kita jaga dan rawat, namun bukan berarti perjuangan sudah berakhir,” kata Fauzan.

 

Menurut Fauzan, perjuangan Aceh pasca-perdamaian justru jauh lebih besar dibandingkan masa konflik. Ia menilai masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh semua pihak, terutama kaum muda, untuk mewujudkan Aceh yang lebih baik.

 

“Perang dari tahun 1976 sampai 2005 itu adalah perang kecil, dan setelah damai sampai hari ini kita sedang menjalani perang besar,” ujar Fauzan.

 

Fauzan menyebut sejumlah hal yang masih perlu diperjuangkan pasca-damai Aceh, mulai dari realisasi kesepakatan damai Helsinki, pelimpahan kewenangan Aceh, hingga dana abadi perdamaian.

 

Selain ketiga hal tersebut, Fauzan juga menyoroti fenomena caci maki dan fitnah di media sosial yang menyasar mantan pimpinan GAM. Ia menilai, hal itu dilakukan oleh sesama orang Aceh dan justru dapat merugikan Aceh sendiri.

 

“Menurut saya, JASA harus membuat satu tim untuk bisa mengontra isu liar yang tidak berdasar agar pemimpin perjuangan tidak dijadikan bahan bully setiap hari,” kata Fauzan.

 

Selain itu, Fauzan juga mengingatkan kaum muda Aceh, khususnya yang tergabung dalam organisasi JASA, agar meningkatkan rasa peduli antar sesama. Keberagaman wilayah, suku, dan bahasa di Aceh harus diterima. Perbedaan perlu dihilangkan demi memperkuat persatuan.

 

“Kemudian anggota JASA juga harus menempuh pendidikan yang mumpuni agar bisa mengambil peran membangun Aceh di masa perdamaian yang saat ini kita rasakan,” tutur Fauzan.

 

Sementara itu, Dosen Ilmu Politik USK Iqbal Ahmady dalam kesempatan tersebut mengingatkan kembali sejarah panjang kaum muda yang berperan besar dalam mewujudkan perubahan di negeri ini. Mulai dari Sumpah Pemuda tahun 1928, kemudian gerakan Rengasdengklok 1945 yang memicu proklamasi kemerdekaan Indonesia.

 

Selanjutnya, kaum muda juga mengambil peran penting pasca-kemerdekaan. Pada tahun 1966, pemerintahan Orde Lama yang membuat kondisi negeri carut-marut berhasil runtuh lewat gerakan kaum muda. Bahkan pada tahun 1998, gerakan mahasiswa kembali mencatat sejarah dengan menggulingkan pemerintahan Orde Baru di bawah rezim Soeharto yang diktator.

 

Oleh sebab itu, Iqbal mengapresiasi langkah JASA Aceh Besar yang mengadakan diskusi interaktif kepemudaan tersebut. Menurutnya, kegiatan ini merupakan bagian dari gerakan pemuda untuk menyadarkan dan menumbuhkan semangat tentang besarnya peran pemuda dalam pembangunan.

 

“Perdamaian Aceh harus dijaga oleh semua pihak. Salah satu caranya adalah dengan memastikan butir-butir kesepakatan damai terimplementasi. Di sinilah kelompok pemuda, terutama JASA, harus mengawal isu tersebut agar tidak merugikan Aceh,” pungkas Iqbal.

 

Sepanjang diskusi berlangsung, dialog berjalan dinamis. Para anak muda yang menjadi audiens aktif bertanya dan menyampaikan pendapat kepada para pemateri. Hal ini menjadi bukti bahwa pemuda Aceh masih memiliki kepedulian tinggi untuk menjaga dan merawat perdamaian yang telah diperjuangkan bersama.

 

Zahrul

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *