Jakarta – Dalam menghadapi perkembangan industri jasa keuangan yang semakin kompleks dan digitalisasi produk yang pesat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyusun Peraturan OJK (POJK) Nomor 6/POJK.07/2022 yang baru. POJK ini, yang menggantikan POJK sebelumnya, bertujuan meningkatkan sistem perlindungan konsumen, memberdayakan masyarakat, dan meningkatkan kesadaran pelaku usaha jasa keuangan.
Berlandaskan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, POJK ini memberikan landasan hukum yang mengatur perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK). POJK tersebut mencakup berbagai aspek, mulai dari desain produk hingga penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa.
Beberapa poin utama dalam POJK ini melibatkan batasan istilah, cakupan PUJK, prinsip Pelindungan Konsumen, perilaku dasar PUJK, tahapan kegiatan PUJK, dan infrastruktur Pelindungan Konsumen dan masyarakat. Selain itu, POJK ini juga mengatur hak dan kewajiban calon konsumen dan konsumen, penyelenggaraan layanan di sektor jasa keuangan oleh OJK, pembelaan hukum oleh OJK, pengawasan perilaku PUJK, pembinaan oleh OJK, dan pengenaan sanksi dan pengajuan keberatan.
Adapun Prinsip Perlindungan Konsumen Menurut POJK sesuai peraturan Otoritas jasa Keuangan Republik Indonesia No 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan Pasal 3;
1. PUJK wajib menerapkan prinsip Perlindungan Konsumen dalam seluruh kegiatan usahanya.
2. Prinsip Perlindungan Konsumen di sektor jasa keuangan mencakup:
a. Edukasi yang memadai;
b. Keterbukaan dan transparansi informasi produk dan/atau layanan;
c. Perlakuan yang adil dan perilaku bisnis yang bertanggung jawab;
d. Pelindungan aset, privasi, dan data konsumen;
e. Penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien;
f. Penegakan kepatuhan; dan
g. Persaingan yang sehat.
3. PUJK yang melanggar prinsip Perlindungan Konsumen dapat dikenai sanksi administratif seperti peringatan tertulis, pembatasan produk dan/atau layanan, pembekuan produk dan/atau layanan, pemberhentian pengurus, denda administratif, pencabutan izin produk dan/atau layanan, dan/atau pencabutan izin usaha.
4. Sanksi dapat dikenakan dengan atau tanpa peringatan tertulis sebelumnya.
5. Denda administratif yang dapat dikenakan maksimal sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(Red)