Indonesia Investigasi
ACEH UTARA – Bencana banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Aceh Utara tidak hanya meninggalkan kerusakan pada rumah warga, infrastruktur jalan, dan lahan pertanian, namun juga meluluhlantakkan ratusan alat musik tradisional Aceh yang telah diwariskan secara turun-temurun selama ratusan tahun, yakni Rapai Pasee.
Syech Faizan Abdullah, Ketua Pengurus Rapai Pasee di Aceh, mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam atas musibah tersebut. Ia menyebutkan, puluhan koleksi Rapai Pasee miliknya rusak parah, bahkan sebagian hanyut terbawa derasnya arus banjir.
“Ini bukan sekadar alat musik, tapi identitas dan ruh budaya masyarakat Pasee. Banyak rapai yang rusak total dan tidak bisa lagi digunakan,” ujar Syech Faizan dengan nada berat, saat awak media mengunjungi rumahnya di Arongan kecamatan Lhoksukon pada senin (29/12/25).
Kondisi serupa juga dialami oleh puluhan grup Rapai Pasee lain yang berada di bawah binaannya. Berdasarkan pendataan sementara, diperkirakan sekitar 90 persen dari jumlah Rapai Pasee yang ada terdampak dan mengalami kerusakan berat.
Untuk memperbaiki dan memulihkan kembali alat-alat musik tersebut, dibutuhkan waktu yang tidak singkat, setidaknya empat tahun, dengan proses yang rumit serta biaya yang tidak sedikit.
Syech Faizan menegaskan, jika tidak ada penanganan dan perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan pemerhati budaya, maka tradisi Rapai Pasee dikhawatirkan akan semakin tergerus, bahkan berpotensi punah di masa mendatang.
“Banyak rapai yang rusaknya sudah tidak memungkinkan untuk diperbaiki. Kalau tidak segera ditangani, ini bisa menjadi kehilangan besar bagi budaya Aceh,” tegasnya.
Musibah ini menjadi pengingat bahwa bencana alam tidak hanya berdampak pada aspek fisik dan ekonomi, tetapi juga mengancam keberlangsungan warisan budaya yang menjadi jati diri masyarakat Aceh. Dukungan dan langkah konkret sangat dibutuhkan agar Rapai Pasee tetap hidup dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang.
Abel Pasai









