(Bagian 2) Dugaan Pungli Merajalela di SMKN 1 dan SMKN 2 Takengon, APH Diminta Periksa Kepseknya

Oplus_131072

Indonesia investigasi

Aceh Tengah, Aceh – Maraknya dugaan praktik pengutipan atau Pungutan Liar (Pungli) di SMKN 1 dan SMKN 2 Takengon berkedok hasil musyawarah dengan nama uang komite dipungut kepada Wali Siswa atau peserta didik oleh pihak sekolah, aparat penegak hukum (APH) diminta panggil Kepala Sekolah (Kepsek) nya.

Praktik dugaan Pungli disinyalir dilakukan oleh kedua Kepsek di Aceh Tengah itu berupa pungutan uang Komite Sekolah dan pembelian pakaian seragam sekolah peserta didik baru terhadap Wali Siswa dengan modus rapat Wali Siswa dengan Komite Sekolah dan pungutan diduga dilakukan oleh manajemen sekolah.

Bacaan Lainnya

Aktivis LASAK, Drs. Irfan Nur mengatakan, sesuai data dan informasi telah terkumpul, kedua Kepsek SMKN di Takengon itu telah mengakui dan menerangkan kepada tim media yang lakukan konfirmasi kedua sekolah menengah kejuruan tersebut.

“Meskipun berbagai alasan kedua Kepsek tersebut sampaikan untuk melegalkan dugaan Pungli dari Wali Siswa itu, namun sesuai ketentuan Regulasi hal itu merupakan larangan tercantum secara tegas dalam aturan telah ditetapkan negara ini,” ujar Drs. Irfan Nur, Rabu (01/01/25).

Menurut Aktivis LASAK itu, Kedua Kepsek SMKN 1 dan SMKN 2 Takengon diduga telah melanggar dengan sengaja Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Tekhnologi (Mendikbud Ristek) nomor 75 tahun 2016 dan Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh nomor : 400.3/7697 tentang Larangan Pungli terhadap penerimaan peserta didik baru (PPDB) diterbitkan Juni 2024.

Salain itu, sambung Drs. Irfan Nur, Kedua Kepsek SMKN 1 dan SMKN 2 Takengon itu juga telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) nomor 87 tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli dan tersebut didalamnya 47 item Pungli sering terjadi di sekolah, diantaranya diduga terjadi di SMKN 1 dan SMKN 2 Takengon.

“Kami menduga, praktik ini leluasa dilakukan oleh kedua Kepsek SMKN 1 dan SMKN 2 Takengon tanpa tersentuh hukum, padahal praktik diduga Pungli itu jelas-jelas dilakukan oleh mereka, apakah mereka kebal hukum? Atau kami memiliki dugaan, jangan-jangan ada oknum APH telah mengamankan hal itu,” tanya Aktivis LASAK itu.

Aktivis BAI Pusat bertugas di Aceh saat ini, Agusnaini menilai, instansi pendidikan merupakan salah satu instansi penerima anggaran negara tertinggi di negara Republik Indonesia, semua anggaran di alasankan oleh Kepsek SMKN 1 dan SMKN 2 Takengon itu bagian dari telah dianggarkan negara melalui alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

“Praktik dugaan Pungli sebagai alasan pengutipan dari Wali Siswa dengan kedok hasil putusan musyawarah rapat Komite Sekolah adalah diduga melanggar hukum dan dalih alasan yang kedua Kepsek ini gunakan tidak relevan,” sebut Agusnaini kepada media.

Namun demikian, lanjut Aktivis BAI Pusat tersebut, sejalan dengan mirisnya ia mendengar keluhan dan beban dari Wali Siswa kedua SMKN 1 dan SMKN 2 Takengon tersebut, dirinya sangat berkomitmen menghentikan praktik tersebut karena ada keluhan tersebutkan oleh para peserta didik suatu bentuk sanksi bila tidak melunasi uang Pungutan itu dengan batas waktu ditentukan.

“Bila tidak melunasi pembayaran uang diduga Pungli itu siswa atau peserta didik tidak mendapat kartu ujian dan tidak bisa ikut ujian,” ungkap Agusnaini.

Agusnaini meminta kepada pihak APH di Kabupaten Aceh Tengah agar segera memanggil dan memeriksa kedua Kepsek SMKN 1 dan SMKN 2 Takengon tersebut untuk mempertanggung jawabkan dugaan Pungli mereka lakukan secara hukum.

“BAI akan melakukan pengawasan terhadap hal tersebut, jika adanya indikasi unsur pembiaran atau berpura-pura tutup mata, kami akan laporkan ke APH lebih diatas lagi guna mempertanyakan indikasi kelalaian APH daerah tersebut,” terang Agusnaini.*

Reporter : SAP

Pos terkait