Indonesia investigasi
Banda Aceh – Terkuak dari informasi wali siswa dan siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Takengon, Aceh Tengah diduga lakukan praktik pungutan liar (Pungli) dari wali siswa atau peserta didik.
Menurut informasi dari sumber akurat dan terpercaya itu kepada Lembaga Anti Suap dan Anti Korupsi (LASAK), praktik dugaan Pungli diduga bertentangan dengan Perpres nomor 87 tahun 2016 tentang Pungutan Liar Disekolah dan Permendikbud Ristek nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah tersebut sudah lazim diterapkan dalam waktu terus menerus.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (Ketum DPP) LASAK, Siddik Ritonga, melalui Aktivisnya, Shahrial menyampaikan, praktik pungli bermodus sumbangan dan iuran ditetapkan diduga melanggar hukum tersebut kerap terjadi di instansi pendidikan dalam hal ini sekolah-sekolah karena lemahnya pengawasan.
“Kita menduga bahwa pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) terkesan seperti tutup mata dan terkesan adanya unsur pembiaran terhadap praktik diduga menyalah artikan Undang-undang oleh pihak sekolah mengatasnamakan Komite Sekolah,” ujar Shahrial melalui rilisnya dikirim ke media.
Padahal, sambung Shahrial, anggaran dialokasikan untuk oleh pemerintah kepada SMKN tergolong besar, jika terdapat kekurangan sebaiknya dilakukan dengan mekanisme tidak melanggar hukum, apa lagi instansi pendidikan ada cerminan bagi anak didik.
“LASAK secara tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) akan lakukan investigasi untuk siapkan Laporan kepada pihak aparat penegak hukum (APH) guna ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” jelas Aktivis LASAK, Jum’at (04/10/24).
Bentuk partisipasi pendanaan pendidikan dari masyarakat bisa dilakukan melalui komite sekolah, dalam bentuk sumbangan pendidikan. Dalam kenyataan di lapangan, komite sekolah cenderung salah dalam mengartikan partisipasi pendidikan tersebut.
Menurut analisa, sebut Aktivis LASAK itu, Partisipasi pendidikan yang dikehendaki oleh aturan adalah bentuknya sumbangan, bukan pungutan.
Tentunya, lanjut Aktivis LASAK, praktik demikian tidak seperti diharapkan oleh pembentuk undang-undang, karena sumbangan pendidikan merupakan pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.
“Frasa “pemberian” dapat dimaknai bahwa inisiatif untuk melakukan sumbangan adalah dari si pemberi,” ucap Shahrial.
Kepsek SMKN 2 Takengon, Ruhila, S. Pd dikonfirmasi pihak media melalui pesan WhatsApp miliknya bertanya kepada wartawan, “Siapa yang pungut pak,” tanyanya.
Selanjutnya, Kepsek membalas ke wartawan via chat WhatsApp, “Maaf pak saya lagi diperjalanan tidak bisa lihat hp terus menerus,” jawabnya seraya ucapkan terima kasih.*
Namun, awak media ini masih memberikan dan membuka ruang hak jawab dan klarifikasi ke Kepsek Ruhila untuk menyampaikan penjelasannya lebih lanjut meskipun berita bagian 1 telah diterbitkan.*
Bersambung …
Reporter : SAP