Aliansi Pemuda Dan Mahasiswa Bulukumba Menyikapi 100 Hari Kerja Prabowo – Gibran Dengan Turun Kejalan

Indonesia Investigasi 

Bulukumba – Selasa, 28 Januari 2025. Pada moment 100 hari kerja rezim Prabowo-Gibran kemudian disambut dengan aksi massa oleh gerakan demokratis rakyat diberbagai kota maupun wilayah yang ada di Indonesia.

Bulukumba menjadi salah satu kabupaten yang turut meneriakkan kritikan atas 100 hari kerja rezim Prabowo-Gibran. Bertempat di bundaran Phinisi yang juga merupakan ikon kabupaten Bulukumba, sekelompok warga yang mengatasnamakan Aliansi Pemuda & Mahasiswa Bulukumba dengan lantang menyampaikan kritikan mereka. Dalam aliansi tersebut tergabung beberapa organisasi seperti FMN Ranting Unismuh Bulukumba, HMI komisariat STKIP Bulukumba, IMM Komisariat FKIP dan Saintek, KP2PL Kel. Sapo Lohe dan AGRA Sulsel.

Aksi yang dimulai sekitar pukul 15.00 wita diikuti oleh 50 mahasiswa serta nelayan dengan membawa spanduk dan poster tuntutan yang bertuliskan “100 Hari Kerja Pemerintahan Prabowo-Gibran Tidak Menjawab Masalah Pendidikan & Rakyat.” Tulisan tersebut kemudian menjadi tema besar dari aksi yang mereka lakukan.

Bacaan Lainnya

Ilham, Koordinator Aksi kemudian membuka aksi dengan menyampaikan alasan mereka melakukan aksi pada 100 hari kerja rezim Prabowo-Gibran yang dinilai tidak memberikan perubahan berarti bagi rakyat.

 

“Aksi yang kita lakukan tidak hanya menjadi euphoria belaka, namun aksi yang kita lakukan merupakan bentuk kritikan rakyat atas kinerja Prabowo-Gibran. 100 hari kerja Prabowo-Gibran nyatanya hanya mengumbar gimmick, nyatanya di masa pemerintahannya terkhusus aparat penegak hukum maupun pemangku kebijakan tidak pernah adil. Kebijakan yang dikeluarkan lebih memberatkan rakyat, tumpul ke atas dan tajam ke bawah.” Tegas Illang, sapaan akrabnya.

Orasi berikutnya disampaikan oleh Egil ketua FMN UMB. Dia menyampaikan bahwa Rezim saat ini sama sekali tidak berkomitmen untuk memperbaiki sistem pendidikan untuk meningkatkan taraf berfikir dan kebudayaan Rakyat. Kebijakan yang diambil justru seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sesat pikir dan salah urus. Hal itu disampaikan karena MBG tidak berangkat dari kepastian kedaulatan pangan dalam negeri sehingga membebankannya pada pengurangan subsidi BBM, PPN yang naik menjadi 12% serta Investasi dari hasil mengemis ke negeri Imperialisme.

“Akhir Januari genap sudah cukup 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran. Selama masa pemerintahannya tak serius menyelesaikan masalah pendidikan dan rakyat, buktinya Prabowo-gibran melahirkan berbagai kebijakan yang sepenuhnya anti terhadap rakyat, salah satunya kenaikan PPN menjadi 12%, Makan bergizi gratis, Proyek Strategis Nasional, Revisi UU Minerba untuk memberikan konsesi tambang ke perguruan tinggi dan rencana pengalihan status Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum sebanyak 55 kampus.” Tegas Egil.

Dia kemudian menambahkan bahwa kebijakan-kebijakan yang lahir tidak lepas dari dikte dari imperialisme bukannya bukan berdasarkan kebutuhan rakyat.

“Indonesia yang hingga saat ini masih mempertahankan sistem usang Setengah Jajahan Setengah Feodal tidak akan pernah terlepas dari kepentingan Imperialisme. Jadi, kebijakan yang lahir bukanlah untuk menjawab problem pokok rakyat melainkan sebagai skema pelayanan untuk semakin menancapkan dominasi Imperialisme.” Tambahnya.

 

Senada dengan Egil, Mawar pimpinan komisariat IMM FKIP UMB juga menyampaikan kritikannya terhadap program MBG.

“Di Bulukumba, program MBG yang seharusnya bisa memenuhi gizi para pelajar namun di Bulukumba terdapat beberapa kasus siswa keracunan setelah mengkonsumsi MBG. Selain itu, ada pula yang mendapat makanan basi atau tidak layak konsumsi. Ini menunjukkan bahwa program tersebut dikerjakan secara serampangan dan tidak berbasis pada kebutuhan rakyat. Program MBG yang baik ialah program yang dikelola sendiri oleh rakyat berdasarkan dengan kedaulatan atas pangan lokal.” Jelas Mawar.

Dari sektor tani, Ijul pimpinan AGRA Sulsel kemudian juga menyuarakan kondisi kaum tani di 100 hari kerja rezim Prabowo-Gibran. Menurutnya, kebijakan-kebijakan yang dijalankan Prabowo merupakan kebijakan warisan dari rezim sebelumnya. Artinya, tidak ada masalah rakyat yang dijawab, namun melanjutkan penindasannya terhadap rakyat.

“Rezim yang berkuasa saat ini masih merupakan boneka imperialis seperti rezim sebelumnya. Kebijakannya pun sama, begitupun dengan penindasannya. Bahkan, penindasan rakyat saat ini semakin keras dan semakin berlipat ganda. PSN, KEK, Perkebunan Skala besar, Pertambangan skala besar (Hilirisasi Industri) yang mengusir rakyat dari ruang-ruang penghidupan mereka. Proyek-proyek tersebut adalah proyek yang rakus tanah terkhususnya tanah petani, merusak lingkungan dan merampas hak-hak demokratis rakyat.” Tegas Ijul dalam orasinya.

Red Andi & team

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *