Aktivis LASAK: Marak Dugaan Pungli di Sekolah di Bener Meriah dan Ateng

Indonesia investigasi

Banda Aceh – Aktivis Lembaga Anti Suap dan Anti Korupsi (LASAK), Drs. Irfan Nur menyoroti maraknya dugaan pungutan liar (Pungli) di sekolah-sekolah di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah (Ateng) modus hasil rapat komite sekolah.

Informasi dugaan pelanggaran hukum itu diperoleh dari para wali siswa dan siswa-siswi dalam 2 (dua) kabupaten dataran tinggi Gayo itu, diawali karena para wali siswa dan peserta didik merasa mendapatkan sanksi jika tidak membayar uang ditetapkan dengan jumlah tertentu mengatas namakan sumbangan dan jenis lainnya.

Menurut Drs. Irfan Nur, hal itu didasari pada dugaan penyalahgunaan Regulasi dengan penjabaran kurang tepat sehingga menggunakannya sepenggal – sepenggal dikaji pada pelaksanaannya berpotensi melanggar hukum diatur dalam regulasi yang mengikat dan memiliki sanksi hukum.

Bacaan Lainnya

“Pada pasal 10 peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan riset dan teknologi (Permendikbud, Ristek) nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah membenarkan adanya penggalangan dana dari wali siswa tetapi bentuknya sumbangan suka rela,” kata Aktivis LASAK itu, Kamis (03/10/24).

Namun dalam praktiknya, sambung Aktivis LASAK itu, terdapat indikasi pembelokan dalam teknisnya, dimana uang digalang oleh komite kepada wali siswa disepakati jumlahnya dan ditentukan nilainya dimana maknanya sudah tidak sesuai dengan definisi sumbangan suka rela.

“Praktik tersebut dalam teknis pelaksanaannya sudah bertentangan dengan pasal 12 huruf (b) Permendikbud Ristek) nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah, dimana Komite Sekolah dilarang menggalang dana baik perseorangan maupun kolektif kepada peserta didik dan wali siswa,” ujar Drs. Irfan Nur kepada media melalui rilisnya.

Kata Irfan Nur, ironisnya lagi, dalam penggalangan dana diduga pungli itu atas nama komite sekolah itu terkesan melibatkan para staf sekolah dan tenaga pendidik dalam melakukan pungutan kepada peserta didik, jika tidak dibayar dengan batas waktu tertentu peserta didik tidak dibenarkan mengikuti ujian.

Sementara bagi peserta didik kelas 6, 9, dan kelas 12 tidak dibenarkan mengambil Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) atau ijazahnya jika belum melunasi uang yang disebut uang komite atau sebutan jenis lainnya oleh pihak manajemen sekolah tempatnya belajar.

“Kami minta kepada pihak penegak hukum agar turut pro aktif membantu pengawasan dan menindak para oknum penyalahgunaan wewenang dan jabatan serta menghambat kelancaran pendidikan bagi peserta didik berpotensi langgar aturan telah ditetapkan pemerintah, terutama melanggar hukum mengarah pada pidana dan tindak pidana korupsi,” harap Aktivis LASAK tersebut.*

Reporter : SAP/Tim

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *