Akademisi sebagai Penjaga Nalar Publik

 

Penulis : Dr.Tgk.Muhammad Abrar Azizi., M.Sos Rektor UNISAI Samalanga

 

Indonesia Investigasi

Bacaan Lainnya

 

DI TENGAH derasnya arus informasi dan banjir opini di media sosial, publik sering kali kesulitan membedakan antara fakta dan opini, antara kebenaran dan sekadar sensasi. Era post-truth telah menjadikan emosi dan popularitas lebih menentukan arah pembicaraan publik dibandingkan logika dan data. Dalam situasi seperti ini, peran akademisi menjadi sangat krusial: mereka adalah penjaga nalar publik.

 

Seorang akademisi bukan sekadar pengajar di kelas atau penulis artikel ilmiah di jurnal terindeks. Akademisi memikul tanggung jawab moral untuk menghadirkan kebenaran yang dapat diverifikasi, mengedepankan argumentasi berbasis bukti, serta menjadi mercusuar rasionalitas di tengah gelombang hoaks dan retorika kosong. Integritas ilmiah yang mereka jaga bukan hanya untuk reputasi pribadi atau lembaga, tetapi untuk kesehatan demokrasi dan kualitas kebijakan publik.

 

Namun, menjadi penjaga nalar publik bukan pekerjaan mudah. Akademisi harus berani meninggalkan zona nyaman menara gading dan masuk ke ruang-ruang publik—baik melalui media massa, seminar terbuka, podcast, maupun forum komunitas. Mereka harus siap menyampaikan hasil riset dengan bahasa yang membumi tanpa kehilangan kedalaman substansi.

 

Tantangan lain datang dari politisasi pengetahuan. Tidak jarang, temuan ilmiah dipelintir untuk mendukung agenda tertentu, atau bahkan diabaikan karena tidak sejalan dengan arus politik. Di sinilah keberanian akademisi diuji: apakah mereka akan tunduk pada tekanan, atau berdiri tegak membela kebenaran?

 

Pada akhirnya, nalar publik yang sehat adalah fondasi masyarakat yang beradab. Dan fondasi itu tidak akan kokoh tanpa kehadiran akademisi yang konsisten menjaga kejernihan berpikir, meluruskan miskonsepsi, dan mendorong diskusi berbasis fakta. Menjadi penjaga nalar publik bukan sekadar peran, tetapi panggilan. Sebab, tanpa nalar, publik hanyalah kerumunan yang mudah diarahkan ke mana saja, bahkan ke jurang.

 

Teuku Fajar Al-Farisyi

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *