Zamzami : Anggota DPRA Bersama Seniman ke Balai Pelestarian Budaya Aceh “Jaga Warisan Budaya” 

 

Indonesiainvestigasi.com

 

BANDA ACEH – Zamzami DPRA dan Budayawan Subulussalam Kolaborasi Strategis di Balai Pelestarian Budaya I Aceh: Upaya Konkret Menjaga Warisan Leluhur Aceh Barat Selatan.

Bacaan Lainnya

 

Dalam atmosfer kolaboratif yang kental akan semangat pelestarian warisan leluhur, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Zamzami dari Partai NasDem menggandeng sejumlah budayawan dan seniman asal Aceh Singkil dan Kota Subulussalam dalam kunjungan penting ke Balai Pelestarian Budaya (BPK) Wilayah I Aceh.(23/06).

 

Langkah ini bukan sekadar kunjungan formal, tetapi menjadi tonggak awal sinergi strategis antara pelaku budaya daerah dengan lembaga pelestari budaya nasional. Sejumlah tokoh kunci turut hadir, termasuk Masudin (seniman dari Kecamatan Longkib), Melisa Padang (perwakilan BPK Aceh), serta aktivis kebudayaan Miftah Nasution dan Pimpinan LSM Suara Putra Aceh Anton tin.

 

Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang pertemuan silaturahmi Balai, Zamzami menegaskan bahwa pelestarian budaya Aceh harus menyentuh seluruh lapisan wilayah secara proporsional—khususnya Aceh Barat Selatan, termasuk Aceh Singkil dan Subulussalam. “Kita berharap program-program Balai bisa lebih menyentuh akar. Para pelaku budaya jangan hanya dijadikan objek, tetapi harus diberdayakan secara menyeluruh,” tegasnya kepada awak media.

 

Masudin, mewakili komunitas seni Subulussalam, menyuarakan harapan besar agar kegiatan seni dan kebudayaan di Aceh Barat Selatan kembali semarak. Ia menyoroti pentingnya ekosistem budaya yang mendukung peningkatan kesejahteraan seniman melalui kegiatan yang berorientasi pada nilai, bukan sekadar seremonial. “Kami menjaga warisan adat bukan sekadar untuk eksistensi, tapi juga identitas dan harga diri masyarakat kami,” ujarnya.

 

Respon positif datang dari Balai Pelestarian Budaya. Melisa Padang menegaskan komitmen pihaknya untuk menjalankan pelestarian budaya sesuai petunjuk teknis dari Kementerian Kebudayaan,. Ia menyatakan bahwa ruang kolaborasi akan diperluas dan disesuaikan dengan potensi budaya lokal setiap wilayah. “Pelestarian harus relevan, berkelanjutan, dan menyatu dengan denyut kehidupan masyarakat adat di setiap sudut Aceh,” tandasnya.

 

Pertemuan ini menjadi sinyal kuat bahwa masa depan budaya Aceh, khususnya di wilayah barat selatan, sedang bergerak menuju era baru: dari pelestarian simbolik menuju pemberdayaan substantif. Kolaborasi antara legislatif dan pelaku budaya membuka harapan agar warisan Aceh tidak sekadar dikenang, tetapi hidup, tumbuh, dan menyejahterakan.

 

 

Jusmadi.

Pos terkait