Siapa Oknum DPRD Otak Pelaku Proyek “Sistem Peringatan Dini” di BPBD Lampung

 

Indonesia Investigasi 

 

BANDARLAMPUNG – Proyek pengadaan peralatan sistem peringatan dini senilai Rp 5.824.000.000 di tahun anggaran 2024 yang ditangani PT IVE dan tidak sesuai isi kontrak sehingga menjadi temuan BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung sangat disesalkan oleh Kepala BPBD Provinsi Lampung, Rudy Syawal Sugiarto.

Bacaan Lainnya

 

“Tentu saja kami sangat menyesalkan hasil kerja PT IVE yang tidak sesuai kontrak, karena hal itu membuat target terpasang aktifnya sistem peringatan dini atas adanya potensi bencana menjadi tidak maksimal. Padahal, sarana itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat,” kata Rudy Syawal Sugiarto di ruang kerjanya, Rabu (30/7/2025) siang.

 

Ia meminta PT IVE selaku penyedia jasa pengadaan peralatan sistem peringatan dini atau EWS untuk sesegera mungkin menindaklanjuti rekomendasi BPK yaitu mengembalikan denda keterlambatan atas pekerjaannya yang hingga 22 Mei lalu masih sebanyak Rp 668.309.585,49 ke kas daerah.

 

“Pengembalian dana sebagai denda atas keterlambatan pekerjaan tersebut wajib dilakukan. Apalagi saat ini telah melampaui batas waktu 60 hari dari dipublishnya LHP BPK pada 22 Mei 2025,” lanjut Rudy Syawal dengan serius.

 

Seperti diketahui, bila dalam waktu 60 hari setelah LHP BPK dipublish dan pihak-pihak yang diwajibkan mengembalikan dana ke kas daerah tidak melaksanakan sesuai rekomendasi, maka aparat penegak hukum –Polda dan Kejati- berhak melakukan penyelidikan. Senyatanya, penyimpangan penggunaan anggaran pemerintah masuk ranah tindak pidana korupsi.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, meski PT IVE mengaku siap melanjutkan pekerjaannya hingga seluruh perangkat EWS berfungsi optimal sesuai dengan isi kontrak yang ditandatangani, namun tetap diwajibkan membayar denda atas keterlambatan pekerjaannya. Nilainya lumayan besar: Rp 703.309.585,49.

 

Atas kewajiban itu, pelaksana pengadaan EWS yang sarat masalah tersebut baru menyetorkan ke kas daerah pada tanggal 20 Mei 2025 lalu sebesar Rp 35.000.000 saja. Artinya, perusahaan yang disebut-sebut “dipakai” oleh oknum anggota DPRD Lampung untuk proyek EWS ini, masih memiliki tanggungan kewajiban Rp 668.309.585,49 lagi yang harus disetorkan ke kas daerah Pemprov Lampung.

 

Menurut penelusuran, terungkapnya kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan sistem peringatan dini atas potensi bencana itu telah membuat PT IVE kelimpungan. Pasalnya, ditengarai pelaksana kegiatan ini hanya menjadi “sapi perah” oknum DPRD Lampung.

 

Selain itu, harga peralatan sistem peringatan dini yang dilakukan oleh PT IVE amat sangat tidak wajar. Mengapa demikian? Pada jenis proyek yang sama dengan kualitas yang lebih baik –dan langsung berfungsi secara maksimal- di Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta, per-item peralatan lengkapnya hingga berfungsi sesuai ketentuan, hanya menghabiskan anggaran Rp 65.000.000.

 

Sedangkan di Lampung yang ditangani PT IVE per-item tidak kurang digelontorkan anggaran Rp 93.000.000. Artinya, terdapat selisih biaya setiap item pekerjaan sebanyak Rp 28.000.000. Dari selisih ini saja: Rp 28.000.000 x 62 unit EWS didapat angka Rp 1.716.000.000. Itulah mark up harga yang diduga kuat telah menjadi bancakan berbagai pihak terkait proyek tersebut.

 

Benarkah proyes EWS ini sesungguhnya “titipan” oknum DPRD Lampung ke BPBD? Kabar yang berkembang memang demikian. Namun, oknum anggota Dewan yang namanya disebut-sebut, belum berhasil dimintai penjelasan.

Hendrik

Pos terkait