Menjaga Nadi Kesehatan Aceh Barat, Kerja Senyap Tim Satgas Kendali Mutu

Indonesia Investigasi 

 

ACEH BARAT – Di balik dinding-dinding Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh, ada denyut yang tak selalu terdengar. Denyut itu bukan hanya berasal dari mesin monitor detak jantung, tetapi juga dari semangat sekelompok orang yang bekerja tanpa banyak sorotan, Tim Satuan Tugas (Satgas) Kendali Mutu dan Pelayanan Kesehatan Kabupaten Aceh Barat.

 

Bacaan Lainnya

Dibentuk melalui Surat Keputusan Bupati Aceh Barat Nomor 156 Tahun 2025 pada awal Maret lalu, dan resmi dikukuhkan dua pekan kemudian, tim ini bukan sekadar kumpulan pejabat atau tenaga medis biasa. Mereka datang dengan tekad: memperbaiki wajah layanan kesehatan di Aceh Barat.

Selama hampir dua bulan terakhir, tim Satgas menelusuri setiap sudut pelayanan di RSUD Cut Nyak Dhien—mulai dari ruang IGD yang sibuk hingga lorong-lorong tempat pasien dan keluarganya mencari harapan. Mereka tak hanya melihat laporan, tetapi mendengar langsung keluhan, menyaksikan prosedur, dan mencatat hal-hal yang sering luput dari perhatian.

 

“Kami ingin tahu bukan hanya apa yang salah, tapi mengapa itu terjadi,” ungkap Fajar Ziyadi Tim Satgas Kendali Mutu. Menurutnya, memahami akar masalah jauh lebih penting daripada sekadar menyusun daftar kekurangan.

 

Salah satu sorotan utama tim adalah peraturan internal rumah sakit yang sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan regulasi di tingkat nasional. Perbup terkait jasa pelayanan, misalnya, sudah tidak sinkron dengan kebijakan di atasnya. Revisi pun menjadi keharusan.

 

Begitu pula dengan sistem remunerasi yang dinilai belum sepenuhnya adil. “Kalau pelayanan ingin prima, maka semangat para pemberi layanan juga harus dijaga,” ujar Fajar Ziyadi, menekankan pentingnya insentif yang adil bagi semua pihak.

 

Namun, pembenahan tak berhenti di sana. Tim juga merekomendasikan penguatan manajemen rumah sakit—dari penunjukan pimpinan yang berbasis kompetensi, hingga pembentukan Satuan Pengawas Internal (SPI) sesuai aturan Kementerian Keuangan dan Dewan Pengawas yang memahami betul dunia rumah sakit.

 

Tak kalah penting, adalah kebutuhan mendesak untuk mengoperasikan layanan cathlab—fasilitas vital bagi pasien jantung. “Layanannya ada, tapi belum berjalan. Ini menyangkut nyawa. Kami ingin segera ada solusi,” kata Fajar dengan nada tegas namun penuh harap.

 

Di luar sistem dan infrastruktur, Satgas juga menaruh perhatian pada hal-hal yang tampak sederhana tapi berdampak besar: kebersihan, ketertiban, dan kenyamanan rumah sakit. Mereka percaya bahwa rumah sakit yang bersih dan nyaman bukan hanya tugas tenaga kebersihan, tapi juga tanggung jawab setiap pengunjung.

 

Karena bagi mereka, rumah sakit bukan sekadar tempat pengobatan, tapi juga ruang harapan. Tempat seseorang menemukan kesempatan kedua, tempat keluarga berdoa, dan tempat para tenaga medis bertaruh waktu dan tenaga demi nyawa.

 

Kini, setelah hasil kerja mereka dirampungkan, seluruh rekomendasi telah disusun dan siap diserahkan kepada Bupati Aceh Barat. Harapannya, rekomendasi itu bukan sekadar dokumen, tetapi pijakan untuk perubahan nyata.

 

Mereka mungkin tak selalu tampak di layar media, namun kerja mereka akan terasa ketika pasien tak lagi mengantre terlalu lama, ketika dokter bisa bekerja dengan nyaman, dan ketika warga Aceh Barat bisa percaya sepenuhnya pada layanan kesehatan di daerahnya sendiri.

 

Bagi tim Satgas, ini bukan akhir dari perjalanan, melainkan awal dari sebuah perbaikan besar yang sedang ditenun dengan pelan, tapi pasti.

Nouval Farabi

Pos terkait