Ketua SPKP HAM Aceh Pernyataan Prof. Yusril Ihza Mahendra Lukai Hati Kelurga Korban

Indonesia Investigasi

Banda Aceh – Pernyataan Prof. Yusril Ihza Mahendra, peristiwa kekerasan dan kerusuhan terjadi pada tahun 1998 tidak masuk dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan hasil penyelidikan Komnas HAM menyatakan Tragedi Semanggi II sebagai pelanggaran HAM berat dan sangat melukai Hati Kelurga Korban, hal ini di sampaikan oleh Jufri Zainuddin Ketua Umum SPKP HAM Aceh, di Kantor Koalisi NGO HAM Aceh, di Banda Aceh, Selasa (22/10/24).

Lanjutnya, seharursnya Prof Yusril menyikapi persoalan kasus Pelanggaran HAM masa lalu sebagai tonggak Sejarah yang harus di selesaikan dan memberi keadilan bagi korban dan keluarga korban telah gigih memperjuangkan selama kurun waktu 25 tahun.

Bacaan Lainnya

Dan memberi harapan baru kepada korban dan keluarga korban rasa keadilan di saat kembali di kursi kekuasaan.

Masa lalu adalah cerminan masa depan bagaimana kita tidak bisa melihat masa lalu dalam penyelesaian masalah masa depan, karena semua itu berakar dari masa lalu sehingga dapat melahirkan sebuah regulasi dan kebijakan dalam proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, hingga menuju pada keadilan.

“Seharus Prof Yusril dapat memenuhi 3 hak-hak dasar sebagai korban pelanggaran HAM berat yakni, Hak Atas Kebenaran, hak ini untuk meminta Negara memberi informasi kepada para korban, keluarga korban, dan masyarakat umum tentang penyebab peristiwa pelanggaran HAM,” kata Jufri Zainuddin.

Sambung Ketua SPKP HAM Aceh, Informasi ini harus mencakup alasan, situasi pelanggaran, kemajuan hasil investigasi dan proses hukum, serta identitas pelaku, termasuk dalam kasus penghilangan paksa.

“Negara wajib menginformasikan keberadaan dan keadaan korban dan Hak untuk Mendapatkan Keadilan, hak korban untuk mengakses keadilan dengan proses yang transparan, adil, dan tidak memihak,” jelas Jufri.

Lanjutnya, Negara harus melindungi korban dari gangguan terhadap privasi mereka dan memastikan mereka aman dari intimidasi dan pembalasan sebelum, selama, dan setelah proses pengusutan peristiwa pelanggaran HAM berat.

“Kemudian, Hak Atas Reparasi hak untuk mendapatkan restitusi, kompensasi, rehabilitasi, satisfaksi dan jaminan dari Negara untuk tidak terulangnya pelanggaran HAM berat (non rekurensi), namun Prof Yusril malah lari dari kenyataan ini,” ungkap Jufri.

Harapan besar bagi kawan-kawan yang terus bergerak memperjuangkan keadilan, terus berpacu hingga rasa keadilan dapat kita wujudkan bersama, Harap Jufri.*

Reporter : SAP

Pos terkait