Indonesia Investigasi
BIREUEN – Masyarakat Kabupaten Bireuen angkat suara membela Bupati mereka, H. Mukhlis, ST, yang belakangan ini menjadi sasaran kritik terkait persiapan pernikahan anaknya. Mereka menyayangkan adanya narasi yang dianggap melecehkan kehormatan pemimpin daerah, dan menegaskan bahwa dukungan terhadap hajatan pribadi Bupati adalah bentuk nyata solidaritas dan budaya gotong royong yang masih hidup di tengah masyarakat.
“Kalaupun tidak diminta, sebagai aparatur pemerintah yang berada di bawah kepemimpinan Bupati Mukhlis, tentu sudah menjadi bagian dari semangat gotong royong dan tanggung jawab moral untuk turut serta menyukseskan acara tersebut,” ujar Tu Bantasyah, salah satu tokoh masyarakat Bireuen.
Menurutnya, kehadiran tamu-tamu penting dari berbagai kalangan, termasuk pejabat provinsi, dalam pernikahan tersebut menjadikan acara ini bukan sekadar hajatan pribadi, melainkan juga etalase kehormatan Kabupaten Bireuen di mata publik. Oleh karena itu, persiapan matang dan dukungan dari seluruh jajaran Pemkab dianggap sangat wajar dan penting.
Beliau menilai, peran serta aparatur dalam mendukung suksesnya acara ini tidak seharusnya dipolitisasi. “Mau tidak mau, suka tidak suka, hari ini H. Mukhlis, ST adalah simbol Kabupaten Bireuen. Kalau acaranya gagal, malu itu bukan hanya milik beliau, tapi milik kita semua sebagai masyarakat Bireuen,” tegas Tu Bantasyah yang juga Ketua Patai Perubahan Kabupaten Bireuen.
Tu Banta juga mengkritik keras wacana yang menyudutkan Bupati, karena dianggap tidak mencerminkan semangat persatuan dan justru berpotensi memecah-belah. Menurutnya, momen kebahagiaan pemimpin daerah semestinya dimaknai sebagai ruang untuk memperkuat ikatan sosial, bukan bahan pergunjingan.
“Bireuen dikenal dengan nilai-nilai kekeluargaan. Jika pemimpin kita punya hajatan, sudah sewajarnya kita bersama-sama membantu, bukan malah mencari celah untuk menjatuhkan,” ujar Tu Banta.
Tu Banta berharap seluruh elemen dapat menjaga suasana tetap kondusif dan fokus pada hal-hal yang membangun demi kemajuan bersama.
Teuku Fajar Al-Farisyi