Kota Subulussalam, Indonesia Investigasi– Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Kota Subulussalam. Edi Suhendri mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status darurat bencana nasional terkait musibah banjir yang melanda Aceh – Sumatra melihat eskalasi banjir, longsor, dan banjir bandang yang bersamaan melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Bencana alam yang melanda Aceh Sumatra hidrometeorologi ini telah menimbulkan ratusan korban jiwa sumber data diketahui, data per Jumat (28/11/2025) dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto mengungkapkan ada 174 jiwa meninggal dunia, 79 hilang dan 12 luka-luka dan ribuan yang mengungsi akibat banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Dia menyebut, bencana yang terjadi di Aceh 35 orang korban meninggal, 25 orang hilang, dan 8 orang luka luka,. Sumatra Utara terdapat 216 korban meninggal dunia dan 42, orang hilang. Kemudian di Sumatra Barat, tercatat 23 korban meninggal,12 orang hilang, dan 4 luka-luka. Dan 12.546 kepala keluarga (KK) mengungsi korban diperkirakan meningkat di setiap hari. Serta melumpuhkan infrastruktur strategis, termasuk akses jalan nasional dan fasilitas publik.
Melihat tingginya angka korban dan luasnya wilayah yang mencakup tiga provinsi terdampak, dasar itu Edi Suhendri yang pernah bekerja di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Nias (BRR Nad-Nias). Mendesak pemerintah pusat menetapkan status darurat bencana nasional. Peningkatan status dinilai penting untuk mempercepat penanganan dan memobilisasi sumber daya lintas kementerian dan lembaga.
Kondisi Aceh saat ini sudah dilihat langsung oleh menteri dalam negeri Situasi dilapangan didaerah daerah sangat memperihatinkan dengan kelangkaan bahan kebutuhan pokok yang menyebabkan masyarakat berada dalam kondisi kelaparan, serta padamnya pasokan listrik dan lumpuhnya jaringan komunikasi yang membuat penanganan darurat semakin terhambat kedaden tersebut menunjukkan bahwa kapasitas pemerintah daerah tidak lagi memadai untuk menangani bencana yang sudah meluas, dengan kondisi fiskal yang sangat rendah termasuk kondisi keuangan di Pemerintah Provinsi, khususnya provinsi Aceh, yang tidak mungkin untuk penanganan yang berkelanjutan terhadap daerah
Edi Suhendri menilai dari indikator penetapan Darurat Bencana Nasional, yaitu: jumlah korban jiwa atau pengungsi dalam skala besar, kerugian material yang signifikan, cakupan wilayah terdampak meluas, serta terganggunya fungsi pelayanan publik dan pemerintahan. Selain indikator tersebut, penetapan status Darurat Bencana Nasional ditetapkan setelah provinsi terdampak tidak mampu lagi untuk memobilisasi sumber daya manusia dan logistik penanganan bencana, termasuk evakuasi, penyelamatan, dan pemenuhan kebutuhan dasar.
Bila indikatornya terpenuhi, seharusnya keputusan tidak perlu menunggu terlalu lama. Status bencana nasional justru membantu mempercepat mobilisasi sumber daya, logistik, hingga komando terpadu,” tegas dia.
Edi Suhendri juga mengingatkan bahwa penetapan status bukan semata-mata urusan administratif, melainkan bagian dari upaya menyelamatkan warga/manusia dan mempercepat pemulihan. Edi juga menyarankan Anggota DPR RI harus hadir mendesak pemerintah pusat salam hal ini presiden Prabowo Subianto agar mengeluarkan status bencana daerah ini menjadi status darurat bencana nasional.
” Peningkatan status dinilai penting sekali untuk mempercepat penanganan dan memobilisasi sumber daya lintas kementerian dan lembaga,”Ujar Edi Suhendri.
Jusmadi
